Selasa 01 Mar 2016 18:30 WIB

AS Hadapi Ancaman Rendahnya Partisipasi Pemilih

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Teguh Firmansyah
Kampanye Donald Trump
Foto: AP/Andrew Harnik
Kampanye Donald Trump

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Masalah terbesar yang dihadapi pemilihan umum presiden AS adalah rendahnya partisipasi pemilih. Pada Selasa (1/3), pejabat Urusan Politik Kedubes AS di Jakarta Siri Nair mengatakan, partisipasi pemilih dalam pilpres AS rata-rata hanya sekitar 30 persen.

Sementara, jumlah pemilih teregistrasi sekitar 100 juta orang. Beberapa faktor menjadi penyebab, seperti ketidakyakinan suaranya akan dihitung dan hari pemungutan suara. Namun, menurutnya, tak ada alasan kuat jumlah partisipasi begitu rendah.

"Mungkin karena pemilihan ini sifatnya sukarelawan, tidak ada paksaan dan tidak ada hukum yang mengurusnya," kata dia dalam konferensi pers di Kedutaan Besar AS di Jakarta. Di Australia, setiap pemilih diwajibkan memberikan suara atau dihukum.

Namun, hal itu tidak dilakukan di AS. Pemerintah dan komisi pemilu juga tidak berupaya meningkatkan tingkat partisipasi. Nair mengatakan, usaha itu dilakukan oleh kandidat dan partisipan. "Seperti dengan memudahkan akses ke tempat pemungutan suara," kata dia.

Meski rendahnya partisipasi pemilih merupakan isu yang besar, tidak ada upaya khusus yang dilakukan oleh pemerintah. Semuanya dilakukan personal oleh kandidat.

Biasanya, para kandidat juga fokus di negara-negara bagian yang secara sejarah merupakan basis kuat, seperti Maryland, yang merupakan basis kuat Demokrat.

Namun, tak jarang para kandidat menyasar negara-negara bagian yang abu-abu, di antaranya Pennsylvania, Ohio, Florida, atau Arizona. "Mereka kadang Demokrat kadang Republik," kata Nair. Dengan begitu, para kandidat menargetkan mereka untuk memastikan posisinya.

Baca juga, Ups! Trump Salah Kutip Pernyataan Gandhi.

Meski demikian, Nair menggarisbawahi, kandidat pemilu kali ini sangat beragam. Para bakal calon cukup merepresentasikan banyak golongan, seperti dari Hispanik, Afrika-Amerika, kaum imigran, politisi, hingga outsider. Dengan demikian, pemilih diharapkan tergerak untuk memilih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement