REPUBLIKA.CO.ID, DAMASKUS--Sebanyak 135 orang tewas dalam pekan pertama gencatan senjata rapuh di Suriah. Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia (SOHR) mengatakan, stidaknya 45 militan pemberontak Islam dan 32 warga sipil termasuk tujuh anak merupakan mereka yang tewas.
Pada periode antara 27 Februari dan 5 Maret, setidaknya 25 tentara yang membela Presiden Bashar al-Assad juga tewas serta 27 pejuang dari Angkatan Kurdi Suriah.
Seperti diberitakan Al Jazeera, Sabtu (5/3), SOHR mengatakan, di daerah yang tidak tercakup gencatan senjata, sebanyak 552 orang tewas. SOHR yang berbasis di Inggris memonitor perang saudara lima tahun di negara itu dan secara keseluruhan telah menewaskan lebih dari 270 ribu orang dan jutaan pengungsi.
Selain korban tewas selama gencatan senjata yang signifikan, telah terjadi pengurangan keseluruhan kekerasan yang juga telah memungkinkan penyampaian paket bantuan.
Bantuan kemanusiaan pada Jumat (4/3) mencapai daeah dekat ibu kota Suriah, Damaskus. Di ibu kota, pertempuran telah terjadi antara pemberontak dan pasukan pemerintah namun kelompok oposisi mengatakan tidak cukup bantuan yang disampaikan.
Juru bicara Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan Jens Laerke mengatakan, mengambil keuntungan dari jeda perang, konvoi makanan dan perlengkapan lainnya meninggalkan Damaskus. Bantuan untuk 20 ribu orang dikirim ke distrik Timur Ghouta.
PBB memperkirakan ada hampir 500 ribu orang yang hidup di bawah pengepungan di Suriah dari total 4,6 juta yang sulit dijangkau bantuan. Di tempat lain dengan didukung oleh gencatan senjata, pengunjuk rasa di daerah oposisi turun ke jalan untuk pertama kalinya dalam beberapa tahun. Mereka berdemonstrasi menentang rezim di bawah slogan 'Revolusi Berlanjut!".
Menteri-menteri luar negeri memuji kemajuan nyata gencatan senjata dan kini fokus untuk meyakinkan semua hak kembali keperundingan perdamaian yang ditengahi PBB di Swiss
"Kami ingin negosiasi di Jenewa cepat kembali, tapi dua syarat yang harus dipenuhi: akses bagi warga Suriah untuk bantuan kemanusiaan dan rasa hormat penuh gencatan senjata," kata Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Marc Ayrault.