REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Pasukan Korea Selatan dan Amerika Serikat memulai latihan militer gabungan skala besar pada Senin (7/3) meski diancam Korea Utara. Sebelum latihan dimulai, Korut mengeluarkan pernyataan akan meluncurkan nuklir ke basis dua negara tersebut.
Dikutip Korea Times, latihan Key Resolve akan dilakukan hingga 18 Maret sementara Foal Eagle akan mengombinasikan latihan lapangan yang akan diselenggarakan hingga 30 April. Presiden Korsel, Park Geun-hye telah memanggil para pemimpin militer untuk memastikan pasukannya akan membayar setiap aksi provokasi tambahan yang dilakukan Korut.
Korsel telah meningkatkan kesiagaan siber sejak Korut meluncurkan rudal dan menguji bom hidrogen. Korsel dan militer AS memulai pembicaraan militer pada Jumat untuk rencana penempatan sistem antirudal Terminal High Altitude Area Defence (THAAD) di Korsel.
Badan mata-mata Korsel mengatakan akan mengadakan pertemuan keamanan siber darurat pada Selasa untuk memeriksa kesiapan dalam melawan segala ancaman siber dari Korut. Sebelumnya, mereka mendeteksi bukti Korut meretas ponsel-ponsel Korsel. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina Hong Lei menggarisbawahi Korut sudah mengatakan mereka menolak latihan.
Meski demikian Beijing tetap sangat peduli dengan latihan ini. "Cina terkait dengan semenanjung Korea. Sehingga menyangkut dengan keamanan di sana, Cina juga waspada dan menolak setiap tindakan membuat masalah," katanya.
Hong juga mendesak semua pihak untuk tetap tenang dan berharap latihan tidak meningkatkan ketegangan. Korut secara rutin mengirim ancaman melakukan aksi militer sebagai respons latihan gabungan tahunan. Ancaman pada Senin sejalan dengan retorika pascapenjatuhan sanksi oleh Barat karena peluncuran rudal dan nuklir Korut.