REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Vladimir Putin bersedia "membuang" Presiden Suriah Bashar al-Assad sebagai bagian dari kesepakatan mengakhiri konflik lima tahun di Suriah. Pengumuman ini muncul sebagai kejutan yang menyenangkan banyak pihak.
Sebelumnya, Putin mengatakan, misi militer Rusia lima bulan di Suriah telah mencapai tujuannya. Pesawat-pesawat tempur dan pasukan Rusia mulai meninggalkan pangkalan di Suriah pada 15 Maret, hanya beberapa jam setelah pengumuman mengejutkan Putin.
Dalam pengumuman itu, ia mengatakan, Rusia akan memulai secara parsial menarik mundur pasukan. Ia menyebut bahwa kini waktunya untuk pengaruh maksimal bertepatan dengan ulang tahun kelima pemberontakan Suriah dan dimulainya kembali pembicaraan damai di Jenewa.
Pada 15 Maret, Suriah menandai ulang tahun kelima dari awal pemberontakan di negara mereka. Konflik dimulai pada 2011 dengan protes damai menentang Presiden Assad, tapi berubah menjadi konflik bersenjata mematikan yang merenggut 250 ribu nyawa.
Konflik bahkan menelurkan serangkaian kelompok teroris dan menyeret negara-negara tetangga dan kekuatan dunia. Sementara tetap berhati-hati terhadap pengurangan militer Rusia, diplomat Barat memprediksi Putin sekarang siap mengorbankan Presiden Suriah.
Setelah kampanye militer yang secara resmi diluncurkan untuk mengatasi kelompok teroris, di mana sebagian besar difokuskan memperkuat tentara Suriah, para diplomat mengatakan Presiden Rusia telah mencapai tujuannya melindungi kepentingan Rusia di Suriah dan membangun kembali Rusia sebagai pemain utama di Timur Tengah.
Mereka percaya, Putin tdak memiliki keraguan menjatuhkan Assad selama ada kelanjutan dengan rezim Baath tua yang memungkinkan Rusia tetap menjadi pemain kunci dalam masa depan negara dan mempertahankan dua pangkalan militer di negara itu.
"Kami memahami Putin tidak terikat erat dengan Assad," kata seorang diplomat kepada the Independent, Rabu (16/3).