Selasa 22 Mar 2016 10:51 WIB

Permasalahan Cina-Indonesia di Natuna Diambil Alih Kemenlu

Wilayah Natuna yang berdekatan dengan Laut Cina Selatan.
Foto: Antara
Wilayah Natuna yang berdekatan dengan Laut Cina Selatan.

REPUBLIKA.CO.ID, TANJUNGPINANG -- Permasalahan Cina dengan Indonesia yang bermula di perairan Natuna diambil alih oleh Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Hal itu disampaikan Kepala Dinas Penerangan Lantamal IV/Tanjungpinang Letkol Josdy Damopolii.

"Kami (TNI AL) tidak memiliki kewenangan untuk mengomentarinya karena sudah memasuki wilayah politis," ujarnya di Tanjungpinang, Selasa (22/3).

Josdy menjelaskan, seluruh kebijakan terkait permasalahan yang muncul akibat intervensi kapal penjaga pantai terhadap petugas TNI AL dan KKP di perairan Natuna diputuskan Kementerian Luar Negeri dan KKP. "Kami sudah mendapat arahan dari pusat," ucapnya.

(Baca: Indonesia Protes Kemunculan Kapal Cina di Laut Natuna)

Meski demikian, kata dia, TNI AL dan institusi lainnya yang bertugas mengamankan wilayah kedaulatan NKRI di perairan Natuna dan daerah lainnya tetap melakukan pengawasan secara ketat.

"Berapa jumlah kekuatan kita, di mana posisi pengamanan, tidak boleh dibeberkan. Tetapi, yang pasti pengamanan di perairan perbatasan kita kuat," katanya menegaskan.

Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi mengajak Cina menghormati hukum internasional, termasuk kesepakatan dalam konvensi laut internasional pascainsiden penggagalan penyitaan KM Kway Fey 10078 berbendera Cina di Laut Natuna.

"Kita dengan Tiongkok memiliki hubungan yang baik. Kita mencoba agar hubungan baik itu sekaligus dapat digunakan untuk menghormati hukum-hukum internasional, sekali lagi termasuk hukum Unclos 1982," ujar Retno dengan tegas di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (21/3) sore.

Menurutnya, pihaknya telah memanggil Kuasa Usaha Sementara Kedutaan Besar Cina di Jakarta Sun Weide untuk menyampaikan fakta lapangan mengenai penggagalan penangkapan oleh sejumlah kapal penjaga pantai Cina. Dalam pertemuannya, Retno mengatakan, Indonesia menyampaikan tiga bentuk protes.

Pertama, masalah pelanggaran hak berdaulat, yurisdiksi Indonesia di kawasan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), dan Landas Kontinen. Protes kedua, yaitu upaya yang dilakukan kapal penjaga pantai Cina untuk mencegah upaya penegakan hukum yang dilakukan otoritas Indonesia di wilayah ZEE dan landas kontinen.

Selanjutnya, protes ketiga yang disampaikan adalah pelanggaran terhadap kedaulatan laut teritorial Indonesia. Retno menekankan kepada Weide Indonesia merupakan nonclaimant state atau negara yang tidak merasa memiliki dan mengakui sesuatu yang diperebutkan di wilayah Laut Cina Selatan.

"Jadi, sudah jelas dan kami minta agar Tiongkok memberikan klarifikasi terhadap insiden yang terjadi pada Minggu dini hari," kata Retno.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement