REPUBLIKA.CO.ID, LESBOS -- Rencana pengiriman pengungsi dan migran dari Yunani ke Turki mendapat protes dari penduduk lokal di kedua negara, Ahad (3/4). Pada saat yang sama, pengungsi terdampar di kamp di kota kecil perbatasan Yunani dengan Makedonia.
Mereka juga melakukan protes meminta agar perbatasan dibuka dan diizinkan masuk untuk melanjutkan perjalanan ke Eropa tengah dan utara. Kontributor Aljazirah Zeina Khodr melaporkan dari Lesbos, mengatakan para migran terus berdatangan meski kesepakatan Uni Eropa-Turki ini telah disahkan.
"Pejabat Yunani mengatakan kedatangan itu lebih sedikit tapi tak bisa dihentikan," katanya. Ketika deportasi mulai dilakukan, orang-orang akan kehilangan harapan karena mengira pintu Eropa sudah ditutup.
Protes dilakukan penduduk setempat karena pengungsi terus berdatangan. Mereka memblokir jalan sekitar sejam untuk meminta pemerintah mengevakuasi lebih dari 11 ribu pengungsi yang terdampar.
"Polisi tahu apa yang harus mereka lakukan, mereka harus mulai bekerja," kata seorang anggota dewan dari partai oposisi, Georgios Georgantas yang juga ikut dalam protes. Ia meminta pemerintah segera memindahkan pengungsi, 'jika perlu menggunakan kekerasan,'.
Penduduk Idomeni menuduh sejumlah pengungsi menerobos rumah mereka sehingga situasi dinilai sudah tidak aman. Di kota Dikili, ratusan demonstran menolak untuk menerima para migran yang dipulangkan dari Chios dan Lesbos Yunani.
"Kami benar-benar tidak ingin ada kamp pengungsi di Dikili," kata walikota, Mustafa Tosun. Mereka tidak setuju dengan kesepakatan Uni Eropa tersebut karena dinilai bisa berimbas pada ekonomi, pariwisata dan keamanan.
Tujuan utama kesepakatan tersebut adalah mengakhiri gelombang migran ke Eropa yang tidak terkendali. Dibawah kesepakatan, mereka yang tiba secara ilegal akan dipulangkan. Bagi setiap warga Suriah yang dikembalikan, satu orang Suriah akan dibawa ke Eropa dari Turki.