REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Laporan terbaru PBB menunjukkan jumlah penghancuran rumah Palestina di wilayah pendudukan meningkat tiga kali lipat sejak Januari. Jumlah tersebut meningkat drastis jika dibandingkan pada rata-rata penghancuran di periode 2012 hingga 2015.
Aljazirah melaporkan, angka yang dikumpulkan lembaga PBB Office for the Coordination of Humanitarian Affairs (OCHA) menunjukkan pada periode 2012 hingga 2015 rata-rata penghancuran rumah dalam sebulan sekitar 50 rumah. Namun jumlah tersebut meningkat sejak Januari, dengan rata-rata perbulan 165 rumah dihancurkan. Pada Februari tercatat 235 rumah hancur.
Penghancuran terbaru terjadi pada Kamis (7/4), pemerintah Israel menghancurkan bangunan milik warga Palestna di desa al-Khan al-Ahmar di dekat kota Jericho di Tepi Barat. Penghancuran juga dilakukan di desa Khirbet Tana dekat Nablus.
Salah satu pemilik dari bangunan yang dibongkar di al-Khan al-Ahmar, Hussein Kaabneh, mengatakan tim pembongkar datag di pagi hari tanpa peringatan. Saat itu Kaabneh mengaku sangat marah karena tiba-tiba polisi dan tentara datang. Ia marah karena sebelumnya tak mendapat pemberitahuan.
"Mereka mengatakan kepada saya, (bangunan Anda) tak sah," ujar Kaabneh kepada Reuters.
Laporan PBB mengenai penghancuran rumah Palestina telah membuat khawatir banyak diplomat dan kelompok hak asasi manusia. Mereka menganggap ini sebagai pelanggaran internasional yang berkelanjutan.
Salah seorang pejabat OCHA Catherine Cook menggambarkan situasi ini sebagai yang terburuk sejak badan PBB itu mulai mendata kasus penghancuran rumah pada 2009. Menurutnya peningkatan kali ini sangat mengkhawatirkan.
"Paling sering terkena adalah masyarakat suku Badui dan petani Palestina yang berisiko dipaksa pindah, ini jelas pelanggaran hukum internasional," kata Cook.
Dilaporkan bangunan-bangunan yang dibongkar Israel biasanya termasuk rumah, tenda Badui, kandang ternak, kakus, dan sekolah.