REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Firma hukum Mossack Fonseca & Co, membantah jika penyedia jasa bisnis offshore di dunia ini merupakan perusahaan ilegal.
Dalam dokumen finansial firma tersebut, yang kemudian disebut The Panama papers, terdapat 11,5 juta nama klien yang menggunakan jasa firma hukum ini untuk menyimpan uang di tax havens. Disinyalir tujuan klien ini adalah untuk menghindari pajak di negara asal.
Mossack Fonseca mengatakan dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan untuk The Washington Post bahwa perusahaan tidak melanggar hukum.
"Tidak ada dari data yang didapatkan secara ilegal ini (Panama Papers) menyatakan kita telah melakukan sesuatu yang salah atau ilegal, dan itu sangat sesuai dengan reputasi kami secara global bahwa kami telah bekerja keras untuk membangun selama 40 tahun terakhir melakukan bisnis dengan cara yang benar," kata pernyataan resmi firma.
Salah satu pendiri firma ini, Ramon Fonseca mengatakan, dalam dokumen yang bocor tersebut tidak banyak nama orang AS. Menurut Ramon, Dia dan rekan bisnisnya tidak pernah dirayu klien dari AS."Rekan saya adalah Jerman, dan saya tinggal di Eropa, dan fokus kami selalu pasar Eropa dan Amerika Latin," kata Ramon Fonseca.
Kebocoran data Mossack Fonseca telah mengungkapkan keberadaan 214.488 entitas offshore rahasia berdasarkan spreadsheet keuangan, salinan paspor, email dan catatan perusahaan dari tahun 1977 sampai 2015. Bocornya dokumen itu mengungkap 11,5 juta nama dari berbagai belahan dunia.
Skandal tersebut membuat Presiden Islandia untuk mengajukan pengunduran dirinya dan memaksa Perdana Menteri Inggris David Cameron mengakui bahwa ia memiliki keuntungan secara finansial dari saham di rekening luar negeri yang didirikan oleh ayahnya. Namun sejauh ini, pengungkapan memalukan itu belum menyentuh warga, eksekutif perusahaan atau politisi asal Amerika Serikat.