Ahad 10 Apr 2016 06:34 WIB

Sejarah Hari Ini: Gempa Hebat Hantam Iran, 4.000 Tewas

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Teguh Firmansyah
Alat pencatat gempa
Foto: Antara
Alat pencatat gempa

REPUBLIKA.CO.ID, Pada 10 April 1972 sekitar 4.000 orang diperkirakan tewas dalam gempa bumi dahsyat besar di wilayah selatan Iran. Gempa itu berpusat pada kota Ghir, lokasi hampir 1.000 orang dilaporkan tewas.

Kota terdekat Jahrom juga terkena gempa dan dirasakan hingga ke kota kuno Shiraz yang berjarak sekitar 160 kilometer dari pusat gempa. Ghir yang merupakan sebuah kota pertanian yang sibuk dengan populasi sekitar 7.000 orang, dilaporkan telah hancur.

Begitu juga dengan sampai 60 desa-desa lain sekitarnya. Jenderal Mohammad Fazeli, yang bertanggung jawab dengan operasi penyelamatan dan bantuan bencana mengatakan, masih banyak korban yang terkubur di bawah puing-puing. Namun, pihaknya tidak tahu persis berapa jumlahnya. ''Tuhan yang tahu,'' katanya.

Gubernur Jenderal Manucher Pirouz, mengatakan, gempa kali ini begitu dahsyat dan telah meratakan begitu banyak rumah sebanyak 30 desa. Ia menambahkan, butuh berhari-hari untuk jumlah korban tewas. Pirouz meninjau lokasi bencana dengan helikopter tak lama setelah gempa pertama, dan menceritakan kerusakan yang telah dilihatnya selama dua jam penerbangan.

Ia mengaku, tidak ada bangunan yang tersisa. Dia menggambarkan, korban yang selamat berteriak mencari anggota keluarganya seperti ayah,ibu hingga anaknya. Gempa mengguncang pagi hari tadi, ketika banyak dari mereka yang tinggal di daerah terpencil dan daerah pedesaan tengah dalam perjalanan ke ladang.

Diperkirakan sebagian besar dari mereka yang tewas adalah perempuan dan anak-anak yang ditinggalkan di rumah dan terkubur di bawah reruntuhan bangunan rumah mereka. Gempa susulan juga terus mengguncang wilayah ini sepanjang hari, menyebabkan kepanikan di antara korban selamat.

Universitas Teheran mengukur kekuatan gempa awal sebesar 7,1 skala Richter (SR) dan tercatat menjadi salah satu yang terkuat dalam sejarah Iran.

sumber : BBC, History.com
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement