Ahad 17 Apr 2016 05:52 WIB

PBB Dapat Tuduhan Baru Pelecehan Seksual oleh Pasukannya di Kongo

Pasukan internasional asal Kongo sedang berjaga-jaga di jalanan Bangui, Republika Afrika Tengah, yang sedang berkecamuk.
Foto: EPA/Legnan Koula
Pasukan internasional asal Kongo sedang berjaga-jaga di jalanan Bangui, Republika Afrika Tengah, yang sedang berkecamuk.

REPUBLIKA.CO.ID, KINSHASHA -- Penjaga perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa di Republik Demokratik Kongo pada Sabtu (16/4) mendapat tuduhan baru pelecehan seksual oleh tentaranya. PBB pada awal bulan ini mengumumkan menyelidiki tuduhan bahwa pasukan penjaga perdamaian asal Tanzania bermarkas di Kongo timurlaut melakukan pelecehan seksual dan memanfaatkan lima perempuan dan enam gadis, yang mengakibatkan mereka hamil.

Kepala pasukan Perserikatan Bangsa-Bangsa di Kongo, Maman Sidikou, kepada wartawan di ibukota Kongo, Kinshasa, menyatakan 11 perkara melibatkan anggota satuan Tanzania, yang meninggalkan Kongo pada Juli, tapi tujuh tuduhan lagi muncul sejak itu. Lima perkara melibatkan tentara Tanzania, yang tiba pada September, satu melibatkan satuan Afrika Selatan dan perkara ketujuh melibatkan pasukan dari Malawi.

"Semua perkara itu melibatkan kehamilan atau penuntutan pengakuan ayah dan delapan korban masih di bawah umur," kata Sidikou, dengan menambahkan bahwa penyelidikan sedang berlangsung.

Penjaga perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa dibanjiri tuduhan pelecehan seksual. Badan dunia itu melaporkan 99 tuduhan semacam itu terhadap anggotanya di seluruh pranatanya pada tahun lalu. Penjaga perdamaian badan dunia itu di Kongo, yang pada awalnya didirikan saat perang saudara pada 1998-2003, adalah yang terbesar di dunia, dengan sekitar 20 ribu prajurit.

Perserikatan Bangsa-Bangsa mempertimbangkan sejumlah langkah baru untuk menuntaskan pelecehan seksual oleh penjaga perdamaian, termasuk pengadilan setempat dan pencatatan rincian pribadi untuk mempermudah mengenali pelaku. Salah satu gagasan adalah kapan pun perkara muncul, maka segera diadakan pengadilan, bukan dipulangkan ke negara asal untuk diadili secara rahasia, namun dilakukan secara terbuka di negara tempat kejadian itu berlangsung, kata pejabat badan dunia tersebut tanpa bersedia menyebutkan namanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement