REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Laporan terbaru PBB menyebut sekolah dan fasilitas kesehatan dalam keadaan terancam, seiring dengan meningkatnya kekerasan di Afghanistan. Laporan yang dibuat oleh Misi Bantuan PBB di Afghanistan (UNAMA) dan Dana Anak PBB (UNICEF) itu menyebutnya sebagai efek samping dari pertempuran.
Pasukan Afghanistan dibantu oleh Barat melawan pemberontak Taliban yang menguat sejak 2001. Tercatat dalam laporan dari 1 Januari 2013 hingga Desember 2015, terdapat 125 insiden yang merusak akses ke fasilitas kesehatan pada 2015.
Angka ini meningkat dua kali lipat dari 2014 sebanyak 59 insiden. Insiden juga termasuk kematian 20 orang pekerja kesehatan, 43 orang luka dan 66 orang diculik.
Sebagian besar korban tewas pada 2015 kehilangan nyawanya karena serangan pesawat AS di rumah sakit Medecins San Frontieres, Kunduz pada Oktober. Sementara, tercatat 132 insiden terjadi terkait pendidikan. Termasuk 11 personil pendidikan tewas, 11 terluka dan 49 orang diculik.
Dikutip dari RT, Senin (18/4), secara keseluruhan ada 257 insiden tercatat pada 2015, meningkat dari 182 insiden pada 2014. Sebagian besar terkait ancaman dan intimidasi, termasuk ancaman mati, kekerasan pada personel, pemaksaan penutupan sekolah, melarang masuk sekolah hingga tindakan menyakiti lainnya.
Direktur UNAMA, Danielle Bell mengatakan semua tindakan dan insiden ini tidak dapat diterima. "Segala macam upaya harus digandakan agar anak-anak aman dan bebas mengakses pendidikan dan layanan medis," kata Bell.
Laporan ini juga membuat rekomendasi bagi semua pihak dalam konflik. "Semua pihak harus mengambil langkah untuk melindungi pendidikan dan kesehatan di Afganistan," kata Perwakilan Sekjen PBB untuk Afghanistan, Nicholas Haysom.