Selasa 19 Apr 2016 12:01 WIB

Antisipasi Terorisme, Thailand Minta Rekening Hingga Medsos Warga Asing

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Ani Nursalikah
Para rohaniwan Budha berdoa di Kuil Erawan yang menjadi lokasi pengeboman di Bangkok. Hingga Senin (24/8) kepolisian Thailand belum berhasil mengungkap pelaku pengeboman yang menewaskan 20 orang tersebut.
Foto: Reuters
Para rohaniwan Budha berdoa di Kuil Erawan yang menjadi lokasi pengeboman di Bangkok. Hingga Senin (24/8) kepolisian Thailand belum berhasil mengungkap pelaku pengeboman yang menewaskan 20 orang tersebut.

REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Biro Imigrasi Thailand secara resmi meminta warga asing yang tinggal di negara itu memberikan data sangat pribadi. Mereka meminta warga asing memberi nomor rekening bank serta informasi tentang penggunaan media sosial dan tempat yang sering mereka kunjungi.

Pemerintah membenarkan langkah kontroversial dengan alasan keamanan nasional, termasuk kekhawatiran tentang terorisme. Permintaan yang tampaknya mengganggu ini kemungkinan menghadapi perlawanan keras dari komunitas ekspatriat besar Thailand yang sebelumnya telah menghadapi kebocoran informasi pribadi mereka.

Dilaporkan Asian Correspondent, Selasa (19/4), pelaporan dokumen imigrasi internal yang diperoleh akan berlaku untuk perpanjangan visa dan laporan rutin 90 hari yang diperlukan untuk tinggal secara legal di Thailand.

Selain nomor rekening bank, biro juga menanyakan warga asing tentang media sosial yang digunakan dan kendaraan yang biasa mereka kendarai serta tempat-tempat yang sering dikunjungi, seperti klub, restoran, toko, rumah sakit dan tempat-tempat lainnya. Formulir tersebut tampaknya menyiratkan informasi adalah wajib diisi, namun pemerintah mengatakan sebaliknya.

"Kami tidak akan memaksa mereka untuk mengisinya," kata wakil komisaris unit kejahatan penindasan Biro Imigrasi Chatchawan Wachirapaneekhun.

Ia menambahkan, pihaknya tidak akan repot-repot dengan media sosial warga asing jika mereka tidak melakukan sesuatu yang salah. Komentarnya ini cenderung menambah situasi membingungkan. Ekspatriat Thailand mungkin bertanya-tanya mengapa itu semua perlu dilaporkan.

Chatchawan mengatakan, permintaan informasi baru tersebut untuk keamanan nasional. "Mengingat memasuki komunitas ASEAN dan meningkatnya masalah terorisme, beberapa orang melarikan diri setelah melakukan kejahatan dan kita tidak bisa melacak mereka," katanya.

Dalam kasus apa pun, langkah baru ini pasti akan dipandang skeptis oleh masyarakat ekspat Thailand yang masih belum pulih dari dua kebocoran data informasi pribadi mereka akhir Maret lalu.

Kebocoran pertama mengeluarkan nama dan alamat warga asing yang tinggal di Thailand selatan. Kebocoran kedua yang terjadi tak lama setelahnya mengungkapkan antara lain nama, alamat, paspor dan nomor penerbangan, juga suntikan vaksin terbaru. Sebagian besar yang terkena dampak kebocoran berasal dari negara-negara Amerika Selatan.

Kedua insiden mengangkat pertanyaan tajam tentang kemampuan pemerintah Thailand melindungi data pribadi dan privasi warga asing di negara itu. Reputasi keamanan siber Thailand tidak cukup baik dengan situs pemerintah yang berulang kali diretas dan pencurian informasi.

Perusahaan perangkat lunak keamanan BitDefender sebelumnya menaruh Thailand di peringkat lima sebagai negara dengan risiko ancaman keamanan siber tertinggi di Asia. Mengingat catatan buruk pemerintah dalam mempertahankan diri dari peretasan dan kebocoran, ekspatriat Thailand mungkin bertanya-tanya mengapa mereka harus memberikan informasi tambahan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement