Jumat 22 Apr 2016 07:06 WIB

Pemerintah Diminta Transparan dalam Mengevaluasi Proyek Reklamasi

Foto udara kondisi perairan di sekitar wilayah reklamasi di Teluk Jakarta, Kamis (21/4).
Foto: Antara/Zabur Karuru
Foto udara kondisi perairan di sekitar wilayah reklamasi di Teluk Jakarta, Kamis (21/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Komisi Informasi Pusat Republik Indonesia (KIP RI) meminta agar proses kajian dan evaluasi proyek reklamasi Teluk Jakarta oleh pemerintah dilakukan secara transparan dan partisipatif. Hal itu penting untuk memastikan keputusan yang diambil nantinya benar-benar dan mengutamakan kepentingan publik.

“Keputusan yang diambil pemerintah pascapenghentian sementara (moratorium) proyek reklamasi harus bersifat objektif, bukan keputusan politis yang hanya menguntungkan para pemilik modal dan mengabaikan kepentingan masyarakat umum,” ujar Komisioner KIP RI, Yhannu Setyawan, kepada //Republika//, Kamis (21/4).

Saat ini, pemerintah telah membentuk komite gabungan guna mengkaji dan mengevaluasi kembali megaproyek reklamasi Teluk Jakarta. Komite gabungan itu terdiri dari perwakilan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), serta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Pemerintah juga memutuskan untuk menghentikan sementara proyek bernilai ratusan triliun rupiah tersebut. Yhannu mengingatkan agar proses pengambilan kebijakan selama moratorium dilakukan secara terbuka.

Pengambilan keputusan secara tertutup dan tidak transparan, kata dia, sangat bertentangan dengan UU No 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publlik (UU KIP). “Karena UU tersebut telah menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik,” katanya menjelaskan.

 

Baca juga, Dijaga Pria Pakaian Serba Hitam, Proyek Reklamasi Teluk Jakarta Terus Berjalan.

Yhannu menilai munculnya persoalan reklamasi saat ini sebagai buntut dari proses pengambilan kebijakan yang tertutup oleh Pemprov dan DPRD DKI Jakarta. Padahal, kebijakan tersebut sangat berkaitan erat dengan kepentingan masyarakat banyak, khususnya tiga ribuan nelayan tradisional di Muara Angke yang tak bisa lagi melaut akibat dampak buruk yang ditimbulkan oleh proyek itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement