REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Belum lagi usai sengketa di Laut Cina Selatan menyusul kegundahan sejumlah negara pengklaim kawasan perairan tersebut pada peningkatan aktivitas yang dilakukan Cina di tempat itu, negeri Tirai Bambu itu kembali mengeluarkan pernyataan mengejutkan.
The Global Times baru-baru ini menerbitkan sebuah informasi yang menyebutkan Cina mampu dan berniat membangun sebuah pembangkit listrik nuklir maritim yang suatu hari dapat digunakan untuk mendukung operasi di kawasan sengketa Laut Cina Selatan.
Mengingat The Global Times adalah salah satu media berpengaruh di negeri itu yang diterbitkan oleh harian resmi Partai Komunis yang memerintah, People's Daily, maka akurasi dari informasi tersebut tidak lagi dipertanyakan. Media itu menyebutkan uji coba dari pembangkit itu diharapkan selesai pada 2018 dan dioperasikan pada tahun berikutnya.
Seorang pakar kelautan Cina, Lie Jie, kepada media tersebut menyebutkan pembangkit itu dapat menyediakan energi untuk mercusuar, peralatan pencarian, dan penyelamatan hingga fasilitas pertahanan di Laut Cina Selatan. Ditemui di Kantor Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta, Jumat (22/4) petang, Wakil Menteri Luar Negeri AS Antony J Blinken, sekalipun menolak untuk mengomentari kabar itu menegaskan keprihatinannya pada sengketa di kawasan itu.
Menurut dia, sekalipun AS bukan merupakan salah satu negara pengklaim kawasan tersebut, seperti sejumlah negara lain, AS memiliki kepedulian terhadap kebebasan aktivitas pelayaran di kawasan itu yang merujuk pada hukum internasional. "Tidak hanya kami, tetapi kasus ini menjadi perhatian dan kekhawatiran negara internasional yang lain, termasuk Indonesia," katanya.
Ia menilai salah satu cara untuk mewujudkan perdamaian dan stabilitas adalah dengan cara seluruh negara pengklaim menghentikan segala aktivitas pembangunan dan militer di kawasan sengketa itu dan mencari penyelesaian secara diplomatis yang mengacu pada hukum-hukum internasional yang berlaku.
Secara khusus dia merujuk upaya yang dilakukan oleh Filipina untuk membawa kasus tersebut ke arbitrase internasional.
Pada tahun lalu, sebagaimana dikutip dari Kantor Berita Reuters, Mahkamah Arbitrase Internasional (MAI) yang bermarkas di Den Haag, Belanda, menerima gugatan Filipina terkait sengketa Laut Cina Selatan yang menurut negara itu diklaim secara sepihak oleh Cina.
Dalam keputusannya, Mahkamah menerima tujuh gugatan yang diajukan oleh Filipina berdasarkan Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS), terlepas dari keputusan Cina untuk tidak mengakui keputusan tersebut.