REPUBLIKA.CO.ID, TASMANIA -- Kehidupan mahasiswa asing di Tasmania, Australia tidak selalu seindah yang dibayangkan orang. Menurut pengamatan ABC, sejumlah orang di antara mereka saat ini menggantungkan hidupnya pada makanan gratis yang disiapkan kampusnya.
The University of Tasmania misalnya, kini setiap pekan mendatangkan truk-truk makanan ke kampus untuk menyuplai mahasiswa. Truk seperti ini biasanya dipergunakan untuk menyuplai makanan bagi kaum gelandangan di luar kampus.
Wartawan ABC Pablo Vinales menyaksikan sejumlah mahasiswa kini bergantung pada suplai makanan gratis tersebut. Salah seorang mahasiswa asing bernama EJ Yeoh berasal dari Malaysia. Dia datang ke Tasmania di 2010. Dia mengatakan banyak mahasiswa asing kini mengalami kesulitan keuangan.
"Sangat berat sebab saya berasal dari Penang Malaysia, dan di sana tersedia banyak makanan, jajanan ada dimana-mana dan sangat murah. Namun di sini semuanya begitu mahal," ujar Yeoh.
Saat dia tiba di Tasmania pertama kalinya, Yeoh mengaku bergantung pada kiriman orang tuanya untuk menutupi biaya makanan dan sewa rumah. Itu berlangsung selama enam bulan.
Banyak mahasiswa lainnya, kata Yeoh, tidak memiliki sumber pendapatan lainnya untuk membantu membiayai hidup mereka namun merasa malu untuk bicara.
"Sejumlah teman saya mengurangi makannya demi menghemat uang yang bisa digunakan biaya lainnya. Namun mereka tidak mau dipandang remeh oleh orang lain atau oleh keluarganya sebagai mahasiswa yang kurang mampu," katanya.
Menanggapi hal ini, pakar pendidikan dari University of Melbourne Sophie Arkoudis mengatakan, masyarakat Australia cenderung mengabaikan fenomena ini karena menganggap mahasiswa internasional umumnya dari kalangan berada di negaranya masing-masing.
"Australia dalam 10 tahun ini, begitu sukses dalam memasarkan pendidikannya sehingga mahasiswa asing merupakan penyumbang pendapatan ekspor ketiga terbesar di Australia," katanya.
Prof Arkoudis mengatakan mahasiswa asing di Australia selalu dipandang sebagai orang berada. "Kita perlu mengubah asumsi ini," katanya. Hasil Prof Arkoudis menunjukkan hampir seperempat mahasiswa internasional yang kini belajar di Australia mengalami kesulitan keuangan.
Ketua Dewan Multikultural Tasmania, Alphonse Mulumba secara terpisah mengatakan selama ini menangani banyak mahasiswa yang kesulitan keuangan. Menurut dia, asumsi mahasiwa asing umumnya berasal dari keluarga berada sama sekali tidak sejalan dengan mahasiswa asing yang dia tangani selama ini.
"Asumsi mahasiswa internasional umumnya kaya karena mampu membayar biaya kuliah yang begitu mahal, sama sekali tidak benar. Banyak di antara mahasiswa ini menggunakan uang orang tuanya yang telah ditabung selama puluhan tahun demi pendidikan anak-anak mereka yang lebih baik," katanya.