Kamis 28 Apr 2016 11:43 WIB

Tambang Emas Milik Australia Didemo di Thailand

Gadis kecil menunjukkan tulisan mengenai tingkat keracunan yang dia alami akibat tambang.
Foto: abc
Gadis kecil menunjukkan tulisan mengenai tingkat keracunan yang dia alami akibat tambang.

REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Sebuah pertambangan emas di Chatree, Thailand yang separuhnya dimiliki perusahaan Australia, kini memicu pro dan kontra di kalangan warga sekitar tambang. Mereka yang menolak perpanjangan izin menuding terjadinya dampak buruk tambang ini bagi kesehatan masyarakat.

Pertikaian atas dampak tambang Chatree bagi kesehatan masyarakat berkisar pada ketidakjelasan mengenai tingkat pencemaran yang dianggap aman bagi warga setempat.

Perusahaan Australia Kingsgate Consolidated memiliki 48 persen saham tambang ini. Pimpinannya, Ross Smyth-Kirk kepada ABC mengatakan pihaknya frustrasi sebab perdebatan mengenai dampak lingkungan ini bisa mempengaruhi perpanjangan izin tambang yang akan habis Mei 2016.

"Bukan saja tidak ada yang meninggal, sampai kini pun tidak ada yang menunjukkan gejala sakit. Jika ketololan para pemrotes itu yang menang, maka kerugian ekonominya sangat besar bagi kawasan ini," kata Smyth-Kirk.

Kunjungan empat menteri Thailand belum lama ini disambut ribuan pendukung tambang. Namun hadir pula 500-an warga yang menentang kehadiran tambang itu. Para pemrotes menyebut tambang ini telah meracuni warga setempat, serta merusak tanaman dan ternak mereka.

"Kami tidak menentang pembangunan, namun kami juga tidak ingin menukar nyawa kami demi pembangunan," kata Suekanya Sintornthammathat, warga terakhir yang bermukim di Ban Khao Mor, desa terdekat dengan lokasi tambang.

Salah seorang pemrotes kunjungan empat menteri itu membawa poster bertuliskan, "Get Out Australia Capitalists", sedangkan seorang anak kecil membawa poster tulisan tangan yang menunjukkan dia mengalami keracunan sebagai dampak dari limbah tambang.

Tambang Chatree terletak 280 km di utara Kota Bangkok dan merupakan satu-satunya tambang emas utama di negara itu. Model tambangnya disebut low-grade, open-cut operation, yang berarti para pekerja meledakkan bebatuan dan kemudian menggunakan sianida untuk memisahkan kandungan emas dari pasir hasil ledakan bebatuan itu.

Penggunaan sianida di tambang ini, diklaim menggunakan standar dunia dan sejumlah tes menunjukkan tidak ada masalah dengan kandungan sianida bagi tubuh para pekerja. Namun yang lebih memicu perdebatan tampaknya adalah penggunaan manganese dan arsenik, dua zat kimia yang bisa memicu masalah kesehatan serius seperti parkinson dan kanker.

Manganese dan arsenik timbul secara alamiah di tanah sekitar tambang.

Para pemrotes menuding aktivitas peledakan dan pengangkutan pasir tambang telah meningkatkan kandungan bahan kimia beracun tersebut di air dan udara sekitar tambang. Pemilik tambang Akara Resources dan pemegang saham utama Kingsgate tidak menepis adanya kandungan manganese dan arsenik itu namun mengatakan masih dalam tingkatan normal dan tidak selamanya terkait dengan tambang.

Kementrian Industri Thailand telah meminta pengujian atas dampak tambang ini dan hasilnya secara umum tidak ada dampak negatifnya bagi kesehatan masyarakat. Banyak warga setempat yang ditemui ABC menyatakan mendukung kehadiran tambang yang telah menciptakan peluang ekonomi.

"Sejak awal saat mereka membuka hutan, tiga anak saya telah bekerja di sana. Tidak ada isu kesehatan, semuanya normal. Dan jika ada orang sakit, pihak tambang sangat membantu," ujar seorang warga bernama Khampan Lue-aye.

Namun petani yang menentang menuding tambang ini telah melakukan pengerukan terhadap lahan perbukitan para petani. Aksi pemrotes ini juga didukung kalangan akademisi dan LSM di Bangkok.

sumber : http://www.australiaplus.com/indonesian/2016-04-28/perusahaan-tambang-emas-milik-australia-picu-prokontra-di-thailand/1574688
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement