Kamis 28 Apr 2016 12:22 WIB

Krisis Energi, Penjarahan dan Protes Anarkis Terjadi di Venezuela

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Ani Nursalikah
Warga Venezuela berbaris mengantre memberi dukungan atas petisi yang digagas oposisi di San Cristobal, Rabu, 27 April 2016. Petisi menyerukan referendum terhadap Presiden Nicolas Maduro di tengah krisis energi yang meluas.
Foto: AP Photo/Fernando Llano
Warga Venezuela berbaris mengantre memberi dukungan atas petisi yang digagas oposisi di San Cristobal, Rabu, 27 April 2016. Petisi menyerukan referendum terhadap Presiden Nicolas Maduro di tengah krisis energi yang meluas.

REPUBLIKA.CO.ID, KARAKAS -- Penduduk Venezuela menghabiskan malam dengan penjarahan dan protes berapi-api karena kantor-kantor pemerintah menutup pintu mereka dalam menghadapi krisis energi yang memburuk dan menyebabkan pemadaman setiap hari.

Warga yang marah di kota-kota gelap di seluruh negeri turun ke jalan pada Selasa malam (26/4), menyiapkan barikade dan merampok toko-toko roti dan berbagai makanan langka lainnya.

Pada Rabu (27/4), lebih dari 1.000 polisi menyebar di sekitar kota barat Maracaibo setelah malam kerusuhan. Lebih dari 100 orang ditangkap di sana untuk penjarahan yang merusak puluhan bisnis. Venezuela termasuk di antara negara paling kejam di dunia dan kejahatan umumnya terjadi ketika suasana gelap.

Di Karakas, ratusan orang yang marah berbaris untuk menandatangani petisi memulai proses penggeseran Presiden Nicolas Maduro yang tidak lagi populer.

Pekan ini, administrasi sosialis mulai memberlakukan pemadaman empat jam sehari di seluruh negeri untuk menghemat listrik. Kemudian, Maduro mengumumkan jutaan pejabat negara hanya akan bekerja pada Senin dan Selasa dalam sepekan dalam upaya penghematan.

Maduro mengecam malam protes dan mengatakan musuh-musuh politiknya berusaha menabur kekacauan dan mensabotase dia. "Sayap kanan gila tidak mengerti di masa-masa sulit keluarga harus bersatu," katanya

Ia memperingatkan tingkat air di bendungan terbesar negara itu telah berada dekat tingkat operasi minimun kekeringan parah. Jika ketinggian air lebih rendah, seluruh bangsa bisa berada dalam kegelapan.

Para ahli menilai, kurangnya perencanaan dan pemeliharaan juga harus disalahkan sama seperti selama ini menyalahkan faktor cuaca sebagai penyebab keterpurukan Venezuela.

Karakas, sebagai ibu kota terhindar dari pemadaman bergulir dan belum melihat adanya protes kekerasan. Hal ini membuat beberapa warga Venezuela mengeluh negaranya mulai menyerupai 'dystopian' dalam film The Hunger Games di mana kabupaten menderita untuk kepentingan ibu kota tak berperasaan.

Orang-orang menjadi lebih putus asa di distrik terpencil, politisi oposisi di Karakas merasa tenang setelah mencetak kemenangan kecil yang akan memungkinkan mereka memulai upaya menggeser Maduro.

Otoritas pemilu Venezuela pada Selasa menyampaikan lembar petisi untuk mengumpulkan tanda tangan yang dibutuhkan dalam memulai proses multistep. Beberapa percaya, lembaga-lembaga pemerintah yang menghalangi oposisi di setiap kesempatan dalam beberapa bulan terakhir tidak akan pernah membubuhkan tanda tangannya pada lembar tersebut.

"Pemerintah takut dengan perhitungan ini dan itulah mengapa mereka menghambat langkah ini, tapi kami akan mengumpulkan semua tanda tangan," kata Henry Ramos, kepala Kongres yang dikuasai oposisi di negara itu.

Menurut jajak pendapat lokal, sekitar dua pertiga dari warga Venezuela ingin Maduro mundur. Pensiunan pekerja Kementerian Lingkungan Edgar Diera duduk di tangga Departemen Kehakiman melihat orang-orang yang datang hanya menemukan pintu terkunci.

"Sebuah negara membutuhkan pekerja yang terlihat (bekerja). Tempat ini mulai runtuh," katanya sambil mengguncang koran di genggamannya.

Menurut Dana Moneter Internasional, ekonomi Venezuela diproyeksikan mengkerut delapan persen tahun ini.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement