Jumat 29 Apr 2016 06:36 WIB

Antara Uang dan Jabatan Jelang Kongres Partai Buruh

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Ani Nursalikah
Partisipan memasang foto pemimpin Korea Utara Kim Jong Un dalam demonstrasi menentang uji nuklir dan misil serta HAM tentara perempuan Korut, Selasa, 26 April 2016.
Foto: AP Photo/Lee Jin-man
Partisipan memasang foto pemimpin Korea Utara Kim Jong Un dalam demonstrasi menentang uji nuklir dan misil serta HAM tentara perempuan Korut, Selasa, 26 April 2016.

REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Saudara Kim Dan-bi adalah model pembentukan Korea Utara, seorang veteran tentara dan anggota Partai Buruh yang berkuasa. Ia sekarang menjadi manajer di sebuah perusahaan negara.

Tapi ketika dia memiliki waktu, menurut Kim, seorang pembelot yang sekarang tinggal di Korea Selatan, kakaknya membantu perdagangan barang seperti televisi dan selimut yang diselundupkan dari Cina. Ini menjadi sampingan yang cukup menguntungkan bagi saudaranya yang baru saja membeli mobil baru itu.

"Berada di partai tidak benar-benar membantu secara finansial," kata Kim. Berada di partai, kata dia, justru memberatkan bagi mereka yang menjalankan bisnis sendiri.

Kisahnya menggambarkan tantangan bagi pemimpin Korea Utara Kim Jong Un menjelang Kongres Partai Buruh yang langka 6 Mei nanti. Ribuan delegasi yang akan berkumpul di Pyongyang akan menegaskan status mereka di antara kelas penguasa.

Namun, uang membuat anggota partai tidak memprioritaskan kehadirannya dalam Kongres. Menurut mantan anggota partai dan pejabat senior negara yang membelot pada 2014, bergabung dengan partai membuatnya kehilangan waktu luang yang bisa dihabiskan berniaga di pasar, misalnya.

"Orang-orang bisa berpikir, ini tidak ada hubungannya dengan saya," katanya, mengacu pada persiapan acara bulan depan.

Dia menolak diidentifikasi untuk melindungi anggota keluarga yang masih di Korut.

Kongres Partai Buruh terakhir diadakan pada 1980. Beberapa pengamat Korut mengangap pertemuan besar ini sebagai tanda Kim mengubah negara bekas kepemimpinan ayahnya Kim Jong Il. Kim ingin menjadikan proses formal partai mendarah daging.

Tapi pembelot dan akademisi mengatakan, pentingnya keanggotaan telah menyusut sejak bencana dahsyat 1990-an yang membuka jalan dan jaringan pasar informal. Pasar tersebut kini menyediakan keperluan sebagian besar warga Korut.

Menurut Seo yang bekerja dengan pembelot di Korsel, perbedaan antara menjadi anggota partai atau nonanggota digunakan untuk menjadi perbedaan antara diperlakukan seperti manusia atau tidak.

"Orang-orang yang bangga menjadi anggota partai telah melemah. Sekarang, orang-orang hanya peduli uang," ujarnya.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement