REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Wali kota baru London, Sadiq Khan, kemarin menegaskan bahwa dirinya bukan seorang pemimpin Muslim. Ia merupakan wakil dari semua orang di London setelah membuat sejarah dengan menjadi wali kota beragama Islam pertama di ibu kota Inggris itu.
"Biar saya jelaskan, saya bukan seorang pemimpin Muslim atau juru bicara Muslim, saya wali kota London. Saya berbicara bagi semua warga London," kata pria berusia 45 tahun itu dalam media briefing luas dilansir dari Channel News Asia, Kamis (12/5).
Namun, Khan yang merupakan putra imigran Pakistan itu menambahkan, pemilu membuktikan bahwa menjadi Muslim sekaligus menjadi orang Barat adalah mungkin. "Nilai-nilai Barat yang kompatibel dengan Islam," katanya.
Sensus terakhir menunjukkan, 12,4 persen dari London adalah Muslim, 48,4 persen Kristen, 1,8 persen Yahudi, dan 20,7 persen tidak memiliki keyakinan apa pun. Komunitas Muslim ibu kota Inggris sangat bervariasi, meliputi beberapa latar belakang etnik dan sosial dengan berbagai pandangan moderat dan tradisionalis.
Dalam kesempatan tersebut ia mengulangi kritiknya terhadap bakal calon presiden Amerika Serikat dari Partai Republik, Donald Trump. Khan, yang merupakan anggota partai Buruh oposisi Inggris mengatakan Trump bodoh tentang Islam dan bermain sebagai tangan ekstremis.
Trump sebelumnya mengusulkan melarang semua Muslim memasuki AS. Usulan itu dilontarkan pada Desember, sehari setelah serangan teror menewaskan 14 orang di San Bernardino, Kalifornia.
Khan juga mengulangi dukungannya bagi Inggris untuk tetap di Uni Eropa dalam referendum 23 Juni nanti. Menurut dia, keanggotaan dalam kelompok itu sangat penting bagi kemakmuran London. "Sangat penting bagi London untuk tetap di UE. Setengah juta pekerjaan secara langsung bergantung pada serikat," katanya.
Ia mengaku akan senang untuk berkampanye bersama Perdana Menteri Konservatif David Cameron. "Karena itu lebih baik dari partai politik," lanjut dia.