Jumat 13 May 2016 04:30 WIB

Turki: tak Ada Bebas Visa, tak Ada Kesepakatan Migran

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Winda Destiana Putri
Recep Tayyip Erdogan
Foto: Anadolu Agency
Recep Tayyip Erdogan

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan menekan Eropa dalam kebijakan bebas visa perjalanan warganya di negara-negara Eropa, Kamis (12/5). Kebijakan ini diminta sebagai timbal balik kesepakatan migran antara Turki dan Uni Eropa.

Menteri Luar Negeri Jerman, Frank-Walter Steinmeier mengatakan ada 72 kriteria syarat yang harus dipenuhi oleh Turki. "Bolanya ada di pengadilan Turki," kata Steinmeier. Menurutnya, Turki harus mengganti statuta anti-terornya jika ingin mendapatkan bebas visa.

Statuta anti-teror telah meningkatkan pengejaran terhadap wartawan. "Ini tergantung Turki, jika mereka memenuhi komitmennya, maka kami juga akan memenuhi komitmen kali dan menuju pembebasan visa," kata Steinmeier.

Ankara mengaku sudah memenuhi semua kriteria. Namun tidak bisa diterima jika kesepakatan ditunda dengan tidak adil. Erdogan mengatakan sebelumnya Turki sepakat dengan Uni Eropa soal pembebasan visa. Namun kemudian blok meminta 72 syarat, termasuk mengganti hukum kontra-terorismenya.

Erdogan mengatakan ia ingin membangun Turki baru dengan bantuan Uni Eropa. Namun jika tidak bisa, maka ia akan membutuhkan jalurnya sendiri. Erdogan telah mengenyampingkan permintaan mengubah hukum anti-terornya.

Ia menuduh negara blok itu membuat rintangan baru dan mengancam Ankara mungkin akan pergi jika kesepakatan gagal. Di Berlin, Presiden Komisi Uni Eropa, Jean-Claude Juncker ngotot. Ia mengancam kesepakatan migran bisa runtuh jika Ankara tidak memenuhi komitmennya.

Peseteruan ini menjadi ancaman baru dalam penanganan krisis migran. Uni Eropa dan Turki sepakat membuat perjanjian berisi pemulangan migran ke Turki. Jika suaka mereka ditolak atau terbukti ilegal. Turki sepakat, dengan syarat warga Turki bebas visa ke Eropa.

Uni Eropa ingin Ankara mempersempit definisi legalnya untuk terorisme. Erdogan mengatakan meminta Turki melunakan hukum kontra terorisme sama saja dengan meminta Turki menghentikan perjuangan lawan terorisme.

Erdogan memperingatkan Uni Eropa bahwa Ankara tidak akan mengubah undang-undang anti terornya. "Kami akan pergi dengan cara kami, Anda pergi dengan cara Anda," katanya. Turki sudah menolak dan Juncker tidak menunjukan tanda-tanda pelunakan.

Hukum kontra-teror Turki juga telah dikritik organisasi-organisasi HAM. Rekor Turki pada kebebasan pers cukup mengkhawatirkan di Eropa. Jaksa telah membuka lebih dari 1.800 kasus karena menghina Erdogan sejak ia jadi presiden pada 2014.

Kasus-kasus itu menyeret wartawan, kartunis dan remaja. Seorang satiris Jerman juga menghadapi tuntutan setelah mengejeknya di acara TV Jerman.

Uni Eropa dan kelompok hak asasi menuduh Ankara menggunakan undang-undang anti teror yang luas untuk mengintimidasi wartawan dan membungkam perbedaan pendapat. Ankara membantah hal itu dan mengatakan undang-undang merupakan kebutuhan hukum untuk melawan kelompok militan.

Juru bciara Komisi Eropa, Margaritis Schinas mengatakan kesepakatan tidak mati. Menurutnya, Brussels sedang berusaha memberikan bebas visa pada Turki.

Sebelumnya, Menteri Turki untuk urusan Uni Eropa mengaku kehilangan harapan untuk mendapat perjalanan bebas visa bagi warga Turki di Eropa. "Tidak mungkin mengubah undang-undang anti-teror di Turki," kata Volkan Bozkir dikutip BBC.

Kesepakatan bebas visa seharusnya dicapai akhir Juni, tapi jadwal itu terlihat semakin tidak mungkin. Masuknya migran dan pengungsi dalam jumlah besar yang tiba di Eropa dan Turki, dan dari Afrika Utara telah menyebabkan krisis politik di antara negara-negara Uni Eropa.

Berdasarkan perjanjian Uni Eropa-Turki, migran yang tiba secara ilegal di Yunani sejak 20 Maret akan dikirim kembali ke Turki jika tidak mengajukan permohonan suaka atau jika klaim mereka ditolak.

Untuk setiap migran Suriah yang kembali ke Turki, Uni Eropa akan mengambil migran Suriah lain yang telah membuat permintaan sah.

Secara terpisah, Turki akan memilih konstitusi baru dan eksekutif kepresidenan. Ia juga terbuka untuk diskusi model alternatif, seperti sistem.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement