REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Semakin canggihnya model penipuan yang dilakukan membuat warga Australia dirugikan sekitar 229 juta dolar AS (lebih dari Rp 2 triliun) di 2015.
Untuk pertama kalinya, Komisi Konsumen dan Kompetisi Australia (ACCC) berhasil mengumpulkan data penipuan bekerja sama dengan Jaringan Laporan Penipuan Online dan Kejahatan Siber Australia (ACORN), sehingga masalah penipuan ini memiliki gambaran yang lebih jelas.
Wakil Kepala ACCC Delia Rickard mengatakan kombinasi yang mereka miliki menunjukkan penipuan mengenai investasi menyebabkan kerugian 41 juta dolar AS (lebih dari Rp 400 miliar), dengan 6,3 juta dolar AS (lebih dari Rp 60 miliar) diderita oleh mereka yang berusia di atas 55 tahun.
"Penipuan di bidang investasi ini bisa dalam berbagai bentuk termasuk kerja sama bisnis, skema pensiun, reksa dana, dan pembelian atau penjualan saham atau properti," katanya kepada ABC.
"Salah satu alasannnya adalah di Australia selama beberapa tahun terakhir suku bunga rendah, dan mereka yang sudah pensiun atau mendekati usia pensiun khawatir dengan dana pensiun mereka. Jadi mereka inilah yang rentan terkena penipuan karena mereka masih berusaha memperbesar dana pensiun mereka," kata Rickard.
"Kami juga menduga para penipu ini sengaja mencari sasaran di Australia, karena mereka tahu skema pensiun di sini (superannuation) dimana setelah pensiun warga bisa melakukan investasi, dan juga karena kita adalah negara kaya," katanya.
Bentuk penipuan lain adalah penipuan berkedok asmara, yang menimbulkan kerugian sekitar 55 juta dolar AS (lebih dari Rp 550 miliar) tahun lalu. Para penipu ini menggunakan situs kencan online untuk mencari korban, yang sering mereka sebut sebagai catfish.
ACCC mengatakan penipuan asmara dan penipuan investasi memakan korban terbesar di kalangan mereka yang berusia di atas 55 tahun. "Sekitar 40 persen kerugian akibat penipuan terjadi di kalangan mereka yang berusia 55 tahun ke atas," kata Rickard.
Sebagian besar penipuan berkedok asmara ini berasal dari Nigeria dan Malaysia, sementara penipuan investasi berasal dari negara-negara di Asia. "Kadang ada yang beroperasi dari Australia, namun secara keseluruhan sumber penipuan ini berasal dari luar negeri," kata Rickard.