REPUBLIKA.CO.ID, ADDIS ABABA -- Banjir dan longsor menjadi bencana yang cukup sering terjadi di Ethiopia sejak bulan lalu. Para Kamis (19/5), pemerintah melaporkan sekitar 100 orang tewas karenanya.
Menurut PBB, sedikitnya 20 ribu keluarga kehilangan rumahnya. Sejumlah orang juga dilaporkan belum ditemukan. Angka kematian masih berkemungkinan naik tajam.
Ahli meteorologi menyalahkan El Nino sebagai pemicu cuaca yang tidak menentu. Fenomena ini menyebabkan curah hujan lebih tinggi dari biasanya dan belum akan berhenti.
Organisasi-organisasi bantuan mengantisipasi banjir berkelanjutan. Jumlah pengungsi dan orang yang kehilangan rumahnya bisa bertambah puluhan ribu orang atau bahkan lebih banyak.
"Orang-orang bisa terimbas dengan berbagai cara yang berbeda, seperti misalnya mengalami gagal panen, kehabisan pasokan makanan dan lebih ekstrem lagi, kehilangan semuanya," kata Paul Handley dari Office for the Coordination of Humanitarian Affairs (OCHA) di Ethiopia, dikutip Aljazirah.
Banjir juga menghambat distribusi bantuan penting di area yang sebelumnya mengalami kekeringan. Situasi ini menambah keprihatinan.
Ethiopia telah dilanda kekeringan kronis dalam beberapa dekade terakhir. Kondisi semakin parah ditahun-tahun belakangan. Sebanyak 10 juta orang terpaksa mengandalkan bantuan karenanya.
Handley mengatakan enam wilayah terparah berada dalam situasi yang sangat membahayakan. Keamanan pangan mereka terancam. "Disinilah 10,2 juta orang yang telah dan sedang kami bantu," kata dia.
Kini mereka harus menghadapi banjir dan longsor. Menurut BBC, bencana terparah terjadi pada Senin pekan lalu ketika sedikitnya 50 orang tewas di distrik Wolaita di selatan. Sebanyak sembilan orang tenggelam dalam banjir di area Bale.