REPUBLIKA.CO.ID, DAMASKUS -- Kelompok hak asasi manusia Syrian Observatory for Human Rights melaporkan lebih dari 60 ribu orang telah tewas di penjara pemerintah Suriah. Mereka umumnya meninggal karena penyiksaan atau kondisi kemanusiaan yang mengerikan dalam penjara.
Angka-angka tersebut menurut Observatory, pada Sabtu (21/5) didapat dari sumber-sumber pemerintah Suriah. Direktur Syrian Observatory for Human Rights, Rami Abdel Rahman, mengatakan sejak Maret 2011 setidaknya 60 ribu orang telah kehilangan nyawa mereka.
"Akibat penyiksaan atau kondisi yang mengerikan, terutama kurangnya obat-obatan atau makanan di penjara rezim," katanya seperti dilansir laman Aljazirah, Ahad (22/5).
Konflik Suriah telah berubah dari protes rakyat terhadap Presiden Bashar al-Assad menjadi perang saudara. Utusan khusus PBB untuk Suriah Staffan de Mistura memperkirakan 400 ribu orang telah tewas akibat konflik lima tahun ini. Sementara jumlah korban tewas sesungguhnya diperkirakan lebih besar, mengingat banyak warga Suriah yang tak diketahui nasibnya.
Peneliti Timur Tengah di Beirut untuk kelompok Human Right Watch (HRW) Nadim Houry menuduh pemerintah Suriah melakukan penyiksaan yang merajalela. Houry mengatakan kepada Aljazirah, mereka tahu seberapa buruk fasilitas penahanan untuk waktu lama sehingga banyak orang meninggal di dalamnya.
Dalam sebuah laporan tang diterbitkan pada Desember, HRW menyimpulkan bahwa foto-foto Caesar yakni sebuah dokumen foto tersembunyi telah mendokumentasikan lebih dari 28 ribu kematian di tahanan pemerintah yang diselundupkan keluar negeri. Berdasarkan hal itu pemerintah telah melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan.
"Belum ada kemajuan soal tahanan. Seluruh dunia melihat penahanan skala besar dan kematian di foto-foto Caesar dan meski begitu, tak ada reaksi," kata Houry.
Sementara itu, International Suriah Support Group yang merupakan koalisi 17 negara mengeluarkan pernyataan pada Selasa lalu untuk mendesak de Mistura merndingkan pebebasan tahanan pemerintah. Koalisi yang terdiri dari Amerika Serikat dan Rusia itu juga meminta pembebasan tahanan oleh kelompok bersenjata.
Pada Februari 2016, laporan Dewan Hak Asasi Manusia PBB menuduh pasukan pemerintah, oposisi, termasuk al-Nusra Front serta Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) menghentikan penyiksaan tahanan. Dewan menuduh pemerintah dan al-Nusra Front melakukan kejahatan perang. Sedangkan ISIS dituduh melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan, pembunuhan, penyiksaan dan kejahatan perang.