REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Perdana Menteri Inggris David Cameron memperingatkan pemilih akan terjadi peningkatan harga pangan jika negara itu memutuskan meninggalkan Uni Eropa (Brexit) pada referendum 23 Juni, Ahad (22/5).
Ia juga merujuk pada sebuah penelitian nilai mata uang Inggris poundsterling bisa menurun. Cameron memimpin kampanye untuk menjaga Inggris tetap tergabung dalam Uni Eropa menjelang referendum.
Hasil referendum itu akan memiliki konsekuensi yang luas bagi perekonomian negara, peran Inggris dalam perdagangan dunia dan status diplomatik global.
"Kajian independen menunjukkan suara untuk meninggalkan akan memukul nilai mata uang pound, membuat barang-barang impor lebih mahal dan meningkatkan harga di toko-toko," kata Cameron dalam sebuah pernyataan.
Komentarnya itu menandai pergeseran taktik kampanye di pihak "Masuk", yaitu melalui dorongan untuk membuat hubungan eksplisit antara risiko makroekonomi yang telah mendominasi perdebatan Brexit sejauh ini, dan kemungkinan dampaknya pada kehidupan sehari-hari warga Inggris.
"Ini bukan ekonomi yang kering, ini adalah tentang keamanan ekonomi keluarga pekerja keras di Inggris," katanya.
Peringatan itu datang dari analisis pemerintah tentang dampak jangka pendek bagi warga Inggris jika mereka memilih keluar dari Uni Eropa. Kemungkinan itu mencakup penurunan 12 persen nilai poundsterling, sebuah data yang didasarkan pada penilaian dampak eksternal, dan meramalkan efeknya pada harga setelah dua tahun.
Analisis mengatakan belanja makanan dan minuman mingguan rata-rata keluarga akan naik hampir tiga persen atau 120 pound per tahun, dan belanja pakaian dan alas kaki akan naik sebesar lima persen, atau 100 pounds per tahun.
Andy Clarke, kepala eksekutif jaringan supermarket Asda, mengatakan Brexit akan menyebabkan ketidakpastian pada harga, dan menekankan kembali perusahaan itu ingin Inggris untuk tetap bergabung di Uni Eropa.
Namun, kampanye pesaing 'Keluar' menyangkal analisis pemerintah dengan mengatakan kebijakan "proteksionis" Uni Eropa mendorong kenaikan harga. "Tidak apa-apa untuk bisnis besar tapi tidak baik untuk keluarga Inggris," kata pemimpin Vote Leave (memilih keluar dari Uni Eropa), Matius Elliott.