REPUBLIKA.CO.ID, NAYPYITAW -- Menteri Luar Negeri Amerika Serikat John Kerry mendesak pemimpin partai berkuasa Myanmar Aug San Suu Kyi untuk lebih mempromosikan penghormatan pada masalah hak asasi manusia khususnya terkait masalah Rohingya. Menjawab hal itu, Suu Kyi meminta 'cukup ruang' untuk mengatasi penderitaan penduduk Muslim Rohingya di negaranya.
Seperti dilansir South China Morning Post, Ahad (22/5), AS selama ini memberi dukungan pada peran Suu Kyi memperjuangkan perubahan demokratis di Myanmar.
Namun bulan ini AS dikejutkan dengan permintaan Suu Kyi kepada duta besar baru AS untuk Myanmar, Scot Marciel. Suu Kyi meminta Marciel untuk menahan diri menggunakan istilah Rohingya bagi minoritas Muslim yang teraniaya.
"Istilah itu membuat sangat sulit bagi kita menemukan resolusi damai dan masuk akan untuk masalah ini. Kami minta bahwa orang-orang harus menyadari sulitnya masalah yang kita hadapi dan kami meminta cukup ruang untuk menyelesaikan semua ini," ujar Suu Kyi dalam konferensi pers bersama Kerry.
Sebelumnya Kerry mengatakan telah membahas masalah Rohingya dengan Suu Kyi selama pertemuan mereka. Ia menjelaskan masalah ini memang sesuatu yang sangat sensitif dan memecah belah di Myanmar.
Menurutnya ia tahu masalah Rohingya menimbulkan reaksi kuat di sini. Ia juga mengatakan pada faktanya kelompok minoritas Muslim di Myanmar menyebut diri mereka Rohingya, dan AS pun menggunakan istilah itu.
"Apa yang penting untuk menjadi fokus adalah pemecahan masalah untuk memperbaiki situasi. Mempromosikan penghormatan, menjunjung tinggi hak asasi manusia dan memberi manfaat bagi semua yang tinggal di Rakhine dan seluruh Myanmar," kata Kerry.
Ratusan orang bulan lalu menggelar demonstrasi di depan Kedutaan AS di Yangon. Mereka menyatakan keberatan dengan penggunaan istilah Rohingya dalam pernyataan yang dikeluarkan kedutaan. Sementara Dubes Marciel mengatakan akan tetap menggunakan istilah Rohingya berdasarkan kebijakan Washington.
Baca juga, Pengunjuk Rasa Myanmar Kecam AS karena Gunakan Istilah Rohingya.