REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon dijadwalkan tiba di Korea Selatan, Rabu (25/5) untuk kunjungan selama enam hari. Hal ini memicu spekulasi miring terhadap Ban.
Jadwal Ban melibatkan sejumlah forum internasional, termasuk konferensi LSM PBB di kota selatan Gyeongju.
Sementara itu, ia tidak berharap mengadakan pembicaraan resmi dengan pejabat politik selama perjalanan. Seperti diberitakan Channel News Asia, Rabu (25/5), masa depan politiknya telah menjadi topik utama pemberitaan media menjelang kedatangan Ban ke negara asalnya.
Pemilik suara lembut berusia 71 tahun itu akan mundur dari jabatan Sekjen PBB pada akhir tahun, 12 bulan sebelum pemilihan presiden Korsel pada Desember 2017.
Partai yang berkuasa Saenuri Konservatif yang menderita kekalahan mengejutkan dalam pemilihan parlemen April jelas akan menyambut Ban sebagai kandidatnya. Ban memiliki popularitas tinggi di Korsel yang merasakan kebanggaan nasional cukup besar atas posisi Ban sebagai kepala PBB.
Spekulasi atas ambisi politiknya telah berputar selama bertahun-tahun, tapi Ban sengaja menolak berkomentar. Ia hanya mengatakan fokus pada sisa masa jabatannya sebagai sekretaris jenderal.
"Sekretaris Jenderal PBB adalah presiden dunia dan Ban begitu berpengalaman dan baik dengan semua pemimpin dunia setelah bekerja dengan PBB selama 10 tahun," kata anggota parlemen dari Partai Saenuri Ahn Hong-joon dalam sebuah wawancara radio, Rabu (25.5).
Namun, tidak semua orang terpikat dengan prospek presiden Ban. beberapa kritikus menunjukkan koneksi yang dimiliki Ban justru akan menghasilkan konflik kepentingan.
Dalam karir diplomatnya, Ban tidak pernah bergabung dengan partai politik Korea Selatan, meskipun ia menjabat sebagai Menteri Luar Negeri di bawah mendiang Presiden liberal Roh Moo-hyun dari 2004 hingga 2006.