Kamis 26 May 2016 08:55 WIB

Kengerian Perang Sipil Sisakan Ketakutan di Mozambik

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Ani Nursalikah
Seorang bocah memegang bendera Mozambik di pinggiran ibu kota Maputo.
Foto: Reuters/Mike Hutchings/Files
Seorang bocah memegang bendera Mozambik di pinggiran ibu kota Maputo.

REPUBLIKA.CO.ID, Dua dekade setelah perang sipil berdarah Mozambik berakhir, penduduk masih merasakan ketakutan. Aura kengerian perang belum sepenuhnya berakhir, khususnya di satu wilayah.

Pasukan keamanan mencoba memadamkan konflik dengan milisi wilayah Gorongosa. Mereka diyakini terkait dengan kelompok Perlawanan Nasional Mozambik (Renamo), kelompok pemberontak yang terlibat perang selama 16 tahun.

Pertarungan Renamo dengan pasukan pemerintah berakhir dengan perjanjian damai 1992. Keduanya kemudian jadi masing-masing oposisi. Tahun lalu, pemimpin Renamo, Afonso Dhlakama mengklaim pemilu 2014 curang.

Pemilu pada Oktober 2014 ini dimenangkan dengan mudah oleh partai berkuasa Frelimo. Sejak saat itu, Renamo bersembunyi di pengunungan Gorongosa. Mereka dituduh terkait dengan sejumlah aksi pembunuhan warga sipil di sana.

Ketegangan meningkat pada Desember lalu setelah Dhlakama mengumumkan rencananya merebut kekuasaan di enam dari 11 provinsi Mozambik. Sekarang, jalan-jalan Gorongosa terus diawasi.

Penduduk boleh bepergian jika dikawal pasukan keamanan karena setiap keteledoran akan berakhir dengan penemuan mayat. Setiap jalan menjadi area merah dan sasaran empuk.

"Ini bahaya karena mereka mereka akan menyerang siapa pun," kata seorang pelancong di Gorongosa, Ray Phiri pada Aljazirah.

Juru bicara Komisioner Tinggi HAM PBB di Jenewa mengatakan mereka telah menerima informasi mengkhawatirkan ini. "Pertempuran bersenjata terus terjadi di Mozambik antara pasukan keamanan nasional dan anggota Renamo," katanya.

Jubir mengatakan pada AFP pasukan keamanan menuduh Renamo melakukan eksekusi, penjarahan, perusakan harta benda, pemerkosaan, penganiayaan, dan pelanggaran hak asasi manusia lainnya. Sedikitnya 14 pejabat lokal Renamo juga dituduh membunuh dan menculik.

Bulan lalu, para petani Gorongosa menemukan kuburan massal berisi 120 mayat. "Otoritas menyelidikinya dan tidak menemukan apa-apa," kata orang setempat.

Aljazirah berkunjung ke kuburan massal pertama dan melihat mayat membusuk di bawah jembatan jalan utama. Cukup jelas seseorang berhenti dan membuang mayat dari jembatan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement