REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Aung San Suu Kyi akan memimpin upaya baru perdamaian dan pembangunan di negara bagian Rakhine. Rakhine beberapa tahun belakangan menjadi tempat pertikaian kelompok besar Budha dan Muslim Rohingya serta menjadi penghalang kemajuan reformasi demokrasi.
Lebih dari 100 orang terbunuh di negara bagian barat itu pada 2012 dan sekitar 125 ribu kaum Muslim dari suku Rohingya, yang tidak berkewarganegaraan mengungsi di tempat pergerakan, yang sangat terbatas. Ribuan orang melarikan diri dari tuntutan hukum dan kemiskinan, dengan menumpang perahu ke negara tetangga di Asia Tenggara.
Suu Kyi, yang menjabat penasehat negara, akan memimpin Komite Pusat Penerapan Perdamaian dan Pembangunan di negara bagian Rakhine, kata pengumuman kantor kepresidenan pada Selasa (31/5). Kelompok panitia itu terdiri atas 27 pejabat, termasuk sejumlah menteri.
Pengumuman yang bertanggal Senin itu hanya mengungkapkan nama-nama anggota komite dan tidak ada perincian lain mengenai langkah yang akan ditempuh oleh komite untuk mengatasi bermacam-macam persoalan di kawasan tersebut.
Menteri urusan perbatasan dan kepala kabinet ditunjuk untuk menjadi wakil ketua komite.
Zaw Htay, juru bicara pada kantor penasehat negara mengatakan kelompok itu akan melakukan perjalanan penelitian dalam waktu dekat, tetapi tidak memberikan tanggalnya dan apakah Suu Kyi akan menyertai perjalanan tersebut.
Suu Kyi berkampanye di daerah selatan sebelum pemilu November lalu dan partainya menang, namun dia menghindari ibu kota Sittwe dan belum pernah mengunjungi perkampungan darurat warga Rohingya. Keengganannya membahas keadaan buruk suku Rohignya telah mendapat kecaman berat dari kelompok pendukung Hak Asasi Manusia.