Jumat 03 Jun 2016 19:11 WIB

Palestina-Israel Ditargetkan Bernegosiasi Langsung Akhir Tahun

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Ani Nursalikah
 Seorang wanita Palestina menyaksikan reruntuhan stadion sepak bola, yang hancur akibat serangan udara Israel selama konflik delapan hari di Kota Gaza,Selasa (4/12). (Reuters/Suhaib Salem)
Seorang wanita Palestina menyaksikan reruntuhan stadion sepak bola, yang hancur akibat serangan udara Israel selama konflik delapan hari di Kota Gaza,Selasa (4/12). (Reuters/Suhaib Salem)

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Perdamaian Israel-Palestina menjadi agenda internasional utama dalam pertemuan menteri luar negeri negara-negara besar di Prancis, Jumat (3/6). Pertemuan membahas kesamaan untuk membawa kedua negara kembali ke meja negosiasi akhir tahun ini.

Dalam sambutannya, Presiden Prancis Francois Hollande mendesak Israel dan Palestina membuat pilihan berani untuk perdamaian. Ia menambahkan, solusi harus melibatkan seluruh wilayah. "Pembahasan pada kondisi bagi perdamaian antara Israel dan Palestina harus memperhitungkan seluruh wilayah," katanya dilansir Aljazirah, Jumat (3/6).

Ancaman dan prioritas telah berubah, ia melanjutkan, perubahan membuatnya bahkan lebih mendesak menemukan solusi untuk konflik. “Dan pergolakan daerah ini menimbulkan kewajiban baru bagi perdamaian. Kita harus buktikan kepada masyarakat internasional," ujarnya.

Prancis bertambah frustasi atas tidak adanya gerakan menuju solusi dua negara sejak runtuhnya putaran terakhir pembicaraan pada April 2014. Alasannya, membiarkan status quo berlaku seperti menunggu 'tong bubuk meledak'. Pertemuan para menteri di Paris dihadiri kuartet Timur Tengah, yang terdiri dari Amerika Serikat, Rusia, Uni Eropa dan PBB serta Liga Arab, Dewan Keamanan PBB dan sekitar 20 negara lainnya.

"Kita tahu kita tidak bisa berharap Israel dan Palestina segera berdamai, tapi kami ingin menciptakan kondisi yang tepat untuk menyatukannya dalam satu meja perundingan," kata seorang diplomat senior Prancis.

Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Marc Ayrault mengatakan pembicaraan langsung antara kedua belah pihak tidak bekerja.  "Saat ini semuanya sudah diblokir. Kami tidak ingin bertindak di tempat orang-orang Israel dan Palestina, tapi kami ingin membantu mereka," ujarnya kepada radio Prancis.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menolak inisiatif perdamaian Prancis.

Direktur Jenderal Kementerian Luar Negeri Israel Dore Gold meramalkan konferensi Paris akan benar-benar gagal. "Satu-satunya cara untuk membuat perdamaian adalah melalui negosiasi langsung," lanjut dia.

Tidak jelas bagaimana upaya Prancis akan menjembatani kesenjangan. Tingkat tinggi perundingan Israel-Palestina terakhir diadakan pada 2008 antara Abbas dan Perdana Menteri Ehud Olmert. Upaya berikutnya memulai kembali pembicaraan gagal, terakhir pada 2014 ketika Menteri Luar Negeri AS John Kerry membatalkan misi mediasi.

Pembantu Abbas mengatakan, pihaknya ingin kekuatan dunia lainnya terlibat, seperti dalam kesepakatan tahun lalu mengenai program nuklir Iran. Fokus awal pertemuan Paris adalah untuk menegaskan kembali naskah internasional yang ada dan resolusi didasarkan pada pencapaian sebuah negara Palestina di Tepi Barat dan Jalur Gaza.

 

Baca: Khamenei: Iran tidak Berniat Kerja Sama dengan AS dan Inggris

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement