Sabtu 04 Jun 2016 19:32 WIB

Muhammad Ali, Perjuangan Kulit Hitam, dan Islam

Muhammad Ali berdoa usai mengalahkan George Foreman pada 1974
Foto: DW/Peter Hoepkner
Muhammad Ali berdoa usai mengalahkan George Foreman pada 1974

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Abdullah Sammy

Hanya sedikit manusia yang punya takdir sebagai agen yang mengubah zaman. Muhammad Ali salah satu di antara manusia itu.

Dia punya peran besar mengubah tatanan dunia di abad 20. Ya, orang yang kita bicarakan ini memang punya julukan si Mulut Besar.

Mulut besar yang justru menenteramkan hati penduduk bumi. Dia tukang pukul yang bisa membawa perdamaian dunia. Dia menderita penyakit, tetapi mampu mengobati orang lain yang sedang sakit.

Ali terlahir dengan nama Cassius Marcellus Clay Jr pada 17 Januari 1942. Dia lahir sebagai seorang keturunan Afro-Amerika.

Memiliki darah kulit hitam, Clay mengalami betul perbedaan yang dia terima sebagai manusia. Tumbuh di daerah Kentucky, hidupnya selalu dihantui oleh gerakan kelompok radikal Klu Klux Klan (KKK). Inilah gerakan rasial yang dilakukan oleh kelompok ekstrem kulit putih kepada setiap kulit hitam.

KKK bahkan tak segan untuk menghabisi setiap kulit hitam yang mereka jumpai, termasuk di Kentucky.

Sebuah kisah rasial lantas mengubah jalan hidup Clay sewaktu kecil. Kisah remaja Afro-Amerika bernama Emmett Till yang dimutilasi oleh kelompok kulit putih menginspirasi semangat perlawanan Ali.

Emmett, yang hanya terpaut setahun lebih tua dari Clay, dibunuh pada usia 14 tahun akibat bersiul ke arah wanita kulit putih penjaga toko.

Sejak momen di Detroit pada 1955 itu, Clay alias Ali mendedikasikan diri untuk ikut dalam gerakan melawan rasialisme di Amerika. Ali lantas memilih jalur tinju sebagai jalannya untuk memperjuangkan kehormatan manusia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement