REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- PBB pada Senin (6/6) memenuhi permintaan Arab Saudi untuk menghapus koalisi yang dipimpinnya dalam serangan di Yaman dari daftar hitam negara-negara dan kelompok-kelompok pelaku pembunuhan anak. Langkah ini mengundang kemarahan organisasi penggiat hak asasi manusia.
The Telegraph melaporkan, juru bicara Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon mengatakan keputusan itu bersifat sementara sampai adanya bukti kuat yang mendukung. Stephan Dujarric mengatakan PBB sepakat meninjau fakta-fakta yang terkandung dalam laporan bersama-sama dengan koalisi.
"Menunggu kesimpulan dari tinjauan bersama, sekretaris jenderal menghilangkan koalisi dari daftar lampiran laporan," kata Dujarric.
Namun hal itu dikecam penggiat HAM yang menyatakan PBB telah menyerah pada tekanan Saudi. Wakil Direktur Advokasi Global di Human Rights Watch Philippe Bolopion mengatakan, keputusan PBB tersebut sangat mengganggu.
Tahun lalu, PBB juga menghapus Israel dan Hamas dari daftar hitamnya. Tapi PBB juga mengecam Israel atas operasi militernya pada 2014. Bolopoin mengatakan setelah mengeluarkan Israel dari daftar tahun lalu, PBB mencapai titik terendahnya dengan mengeluarkan Saudi.
"Anak-anak Yaman layak mendapat yang lebih baik," ujarnya.
Pekan lalu, PBB memasukkan koalisi Saudi dalam daftar hitam tahunan negara-negara dan kelompok bersenjata yang melakukan pelanggaran HAM selama konflik. Saat itu PBB mengatakan koalisi Saudi bertanggung jawab atas 60 persen dari 758 anak-anak yang tewas di Yaman tahun lalu.
"Pelanggaran terhadap anak-anak meningkat secara dramatis seiring meningkatnya konflik," kata Ban dalam laporannya.
Laporan itu disambut badan amal seperti Oxfam. Namun laporan memicu kemarahan di kalangan diplomat Saudi yang melobi PBB untuk menghapus koalisi Saudi dari daftar.
Wakil tetap Saudi untuk PBB Abdullah al-Mouallimi mengatakan penghapusan tak dapat diubah dan tanpa syarat. Menurutnya laporan PBB tersebut dilebih-lebihkan.
Juru bicara koalisi Brigadir Jenderal Ahmed al-Asseri mengatakan dalam sebuah pernyataan yang dikirim ke Reuters pada Ahad (5/6), bahwa PBB tak mendasarkan laporannya pada informasi yang cukup dari pemerintah Yaman.