REPUBLIKA.CO.ID, AMMAN -- Raja Yordania Abdullah II pada Rabu (15/6) menekankan upaya negaranya menghidupkan kembali pembicaraan perdamaian antara Palestina dan Israel.
Raja Abdullah II mengeluarkan pernyataan itu dalam satu pertemuan dengan Presiden Palestina Mahmoud Abbas. Selama pertemuan tersebut, kedua pemimpin itu membahas perkembangan terkini yang berkaitan dengan masalah Palestina.
Yordania akan bekerja sama dengan semua pemegang saham guna menghilangkan penghalang bagi dilanjutkannya pembicaraan perdamaian, yang mengarah kepada berdirinya Negara Palestina Merdeka dengan landasan penyelesaian dua-negara.
Raja Abdullah menambahkan Yordania akan terus memainkan perannya dalam membela Tempat Suci Islam dan Kristiani di Yerusalem. Pembicaraan antara Raja Abdullah dan Abbas juga mencakup perlunya koordinasi yang berlanjut untuk melayani kepentingan kedua pihak serta perkembangan regional.
Sebelumnya, media Israel melaporkan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan kepada menteri dari Partai Likudnya, yang beraliran kanan, Israel takkan menerima Gagasan Perdamaian Arab yang asli, sebagai dasar bagi perdamaian dengan Palestina.
Netanyahu mengatakan kepada anggota Partai Likud dalam satu pertemuan tertutup, rumus Gagasan Perdamaian Arab saat ini yang diusulkan Saudi pada 2002 dan disahkan Liga Arab, tak bisa diterima. Surat kabar Haaretz melaporkan agar Israel bisa menerimanya, beberapa perubahan harus dibuat.
"Jika negara Arab mengerti mereka perlu mengubah Gagasan Perdamaian Arab, sejalan dengan perubahan yang dituntut Israel, maka kami akan memiliki sesuatu untuk dibahas," kata Netanyahu, menurut laporan yang mengutip dua sumber yang menghadiri pertemuan tersebut.
Ia menambahkan jika mereka mengusulkan gagasan asli 2002, dan mengatakan "terima atau tidak", Israel akan meninggalkannya. Mengenai perubahan yang dituntut Israel, Netanyahu mengatakan aspek positif gagasan itu ialah kesediaan negara Arab menormalkan hubungan dengan Israel. Tapi ia mencela "anasir negatif" termasuk tuntutan agar Israel menarik perbatasannya ke saat Perang 1967 dan masalah pengungsi Palestina yang menyelamatkan diri dari Israel dalam Perang 1948.
Israel menduduki Tepi Barat Sungai Yordan, Yerusalem Timur, Jalur Gaza dan Dataran Tinggi Golan, dari negara Arab tetangganya selama Perang Timur Tengah 1967. Berdasarkan Gagasan Arab Saudi 2002, semua negara Arab akan menandatangani kesepakatan perdamaian dengan Israel dan menormalkan hubungan dengannya, jika Israel mencapai kesepakatan perdamaian dengan Palestina dan Negara Palestina didirikan, dengan dasar perbatasan 1967 melalui pertukaran wilayah dan dengan penyelesaian yang disepakati mengenai masalah pengungsi.