REPUBLIKA.CO.ID, WINA -- Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Kamis mengumumkan, Amerika Serikat tengah dilanda "epidemi" heroin, mengingat tingginya angka pengguna dalam kurun waktu 20 terakhir, disebabkan murahnya harga obat terlarang tersebut dalam beberapa tahun terakhir.
Laporan Dunia Narkoba 2016 dari PBB menyebut, jumlah pengguna heorin di AS telah mencapai sekitar satu juta orang pada 2014, atau tiga kali lebih banyak dari total pemakai pada 2003. Kasus kematian akibat heroin telah meningkat lima kali lipat sejak 2000.
"Kasus epidemi heroin ini kian meluas di AS," kata Angela Me, ketua peneliti laporan yang dilansir pada Kamis.
"Jumlah itu merupakan rekor tertinggi sejak 20 tahun terakhir," tambah Me, seraya menambahkan, tren peningkatan itu tampak akan terus berlanjut. Tingginya jumlah itu agaknya terkait dengan aturan baru yang belum lama ditetapkan di AS.
Hal itu menyebabkan hukuman yang sulit diberikan untuk oknum tertentu atas kasus penyalahgunaan preskripsi obat penghilang rasa sakit (opioid) seperti oksikodon - jenis analgesik kuat yang efeknya mirip dengan heroin , terang Me.
Aturan itu menjadikan tekstur pil diubah sedemikian rupa sehingga sulit untuk dihancurkan dan tak mudah diinjeksi ke aliran darah. "Hal itu hanya memindahkan kasus heroin ke penyalahgunaan resep penghilang rasa sakit."
Faktor lain turut menyebabkan tingginya penggunaan heroin di AS yang banyak dipasok dari Meksiko dan Kolombia, yaitu rendahnya harga obat itu dalam beberapa tahun terakhir.
AS menyadari kasus kematian cukup tinggi akibat fentanyl - obat penghilang rasa sakit sintetis yang 50 kali lebih kuat dibanding heroin, dan 100 kali lebih unggul daripada morfin, demikian keterangan Pusat Pengawasan dan Pencegahan Penyakit AS. Fentanyl merupakan obat yang menyebabkan bintang pop AS, Prince terbunuh pada tahun ini.
Ada sekitar 207 ribu kasus kematian di dunia akibat narkoba pada 2014 dengan penggunaan heroin dan kasus overdosis yang kian bertambah dalam dua tahun terakhir, ungkap Badan PBB untuk Narkoba dan Kejahatan (UNODC) yang berpusat di Wina, Austria.
"Heroin tetap menjadi obat yang membunuh banyak orang, kasus ini mesti segera diatasi," kata Yury Fedotov, direktur pelaksana UNODC.
Presiden AS Barack Obama awal tahun ini meminta anggota kongres untuk mengesahkan pendanaan sebesar 1,1 miliar dolar AS guna mengembangkan program pengobatan untuk pengguna heroin dan penghilang rasa sakit.