Jumat 24 Jun 2016 16:38 WIB

Kolombia dan Gerilyawan FARC Akhiri Perang 50 Tahun

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Ani Nursalikah
Presiden Kolombia Juan Manuel Santos (kiri) dan Komandan Pasukan Bersenjata Revolusi Kolombia (FARC) Timoleon Jimenez (kanan) berjabat tangan saat menandatangani perjanjian damai di Havana, Kuba, Kamis, 23 Juni 2016. Di tengah adalah Presiden Kuba Raul Cas
Foto: AP Photo/Desmond Boylan
Presiden Kolombia Juan Manuel Santos (kiri) dan Komandan Pasukan Bersenjata Revolusi Kolombia (FARC) Timoleon Jimenez (kanan) berjabat tangan saat menandatangani perjanjian damai di Havana, Kuba, Kamis, 23 Juni 2016. Di tengah adalah Presiden Kuba Raul Cas

REPUBLIKA.CO.ID, HAVANA -- Pemerintah Kolombia dan kelompok bersenjata FARC mendeklarasikan hari terakhir perang terlama di dunia. Pada Jumat (24/6), kedua pihak menandatangani kesepakatan gencatan senjata untuk mengakhiri pertumpahan darah selama 50 tahun terakhir.

"Semoga ini hari terakhir perang," kata Kepala FARC Timoleon Jimenez dengan suara hampir menangis, dikutip The Guardian.

Ia mengatakan mereka semakin dekat dengan perdamaian. Sambil berjabat tangan dengan Presiden Juan Manuel Santos, keduanya berdamai di Havana disaksikan Sekjen PBB Ban Ki-moon.

Perang antara keduanya telah menewaskan lebih dari 250 ribu orang dan membuat lebih dari enam juta orang mengungsi. Santos mendeklarasikan ini adalah hari bersejarah bagi negaranya.

"Kolombia selalu hidup dalam konflik, kami tidak ingin menjadikan memori yang paling diingat semua orang semasa hidupnya," kata dia.

Menurutnya, hari ini adalah bab satu orang-orang damai dan membuat sejarah baru untuk anak-anak.

Ban menyambut gembira kesepakatan ini. Presiden Kuba Raul Castro mengatakan perdamaian ini adalah kemenangan bagi rakyat Kolombia. Kesepakatan damai final mungkin selesai pada hari kemerdekaan Kolombia pada 20 Juli mendatang.

Santos telah mengharapkan perjanjian ini selama dua tahun. Gencatan senjata informasl sudah dimulai sejak berbulan-bulan lalu, ketika FARC memutuskan menurunkan senjata karena khawatir kekerasan terus berulang.

Baca: Interpol Buru 123 Tersangka Penyelundupan Manusia

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement