REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota DPR Komisi I Syifullah Tamliha melihat kemungkinan perang konvensional terjadi di Laut Cina Selatan cukup besar. Menurut Syaifullah besar kemungkinan ini terlihat dari keseriusan Cina dalam membangun pulau reklamasi di Laut Cina Selatan.
"Itukan daerah equator, daerah equator itu lima puluh tahun lagi jadi daerah sumber energi dan pangan," katanya, Jumat (23/6).
Syaifullah mengatakan karena itu pangkalan militer di Pulau Natuna semakin dibutuhkan. Pangkalan militer tersebut untuk menandingi kebijakan Cina yang membangun pulau reklamasi di sekitar Laut Cina Selatan.
Saat ini, kata Syaifullah, Cina sedang membangun landasan udara sepanjang tiga kilometer. Tidak ada landasan udara sepanjang tiga kilometer di Indonesia.
Baca juga, Bahas Laut Cina Selatan, Cina Marah dengan Negara Maju.
Syaifullah melihat kemampuan Indonesia untuk membuat pangkalan militer tersebut ada. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 anggaran pertahanan keamanan sebesar 1,5 persen.
Total anggaran RPJMN RP 13 ribu triliyun. Artinya anggaran pertahanan dan keamanan Rp 150 sampai 250 triliyun. "Daripada berpatroli terus kita bisa membangun pangkalan militer," katanya.
Syaifullah mengatakan, Cina memiliki penduduk yang sangat besar dan daratan sudah tidak lagi mencukupinya. Maka pilihannya adalah laut. "Laut Cina Selatan itulah tempatnya," katanya.
Laut Cina Selatan menjadi ajang perebutan sejumlah negara. Filipina, Vietnam, Brunei Darussalam, Taiwan dan Malaysia juga mengklaim wilayah tersebut.