REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konsulat Jenderal Cina di Denpasar Hu Yinquan mengatakan negaranya menolak cara arbitrase yang diajukan Filipina dalam isu Laut Cina Selatan (LCS) karena bertentangan dengan Konvensi PBB tentang Hukum Laut.
"United Nation Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) menghendaki penyelesaian sengketa maritim melalui jalur musyawarah dan perundingan antara negara-negara yang berhubungan langsung, sedang arbitrase hanyalah pelengkap dan sekunder," kata Yinquan dalam surat elektroniknya, Sabtu sore (25/6).
Ia mengatakan, sebelum mengadakan musyawarah dengan Cina, Filipina secara sepihak dan bersikeras mengajukan tuntutan arbitrase LCS yang jelas-jelas bertentangan dengan UNCLOS (Konvensi PBB tentang Hukum Laut). Yinquan menambahkan, Filipina memungkiri komitmennya dalam upaya menyelesaikan sengketa melalui musyawarah dan perundingan bilateral sebagaimana yang tertuang dalam Deklarasi Perilaku Berbagai Pihak LTS dan beberapa persetujuan yang ditandatangani oleh Cina dan Filipina pada 1999 dan 2011.
Tuntutan arbitrase yang diajukan oleh Filipina, kata dia, pada dasarnya merupakan persoalan kedaulatan, teritorial, dan delimitasi batas maritim, padahal UNCLOS sendiri tidak memiliki yurisdiksi atas sengketa teritorial maupun kedaulatan.
Mengenai delimitasi batas maritim, ia menjelaskan, pada 2006 Cina telah membuat pernyataan untuk mengecualikan sengketa delimitasi batas maritim dari sengketa yang berlaku untuk arbitrase memaksa sesuai dengan ketentuan UNCLOS.
"Pengecualian tersebut mempunyai kekuatan hukum bagi semua negara yang telah menandatangani UNCLOS. Negara lain tidak berhak mengajukan arbitrase terhadap sengketa yang telah dikecualikan oleh suatu negara, dan pengadilan arbitrase pun tidak memiliki yurisdiksi atas sengketa tersebut," katanya.
Atas dasar itu, Cina tentu saja tidak menerima dan tidak ikut dalam tuntutan arbitrase yang ilegal dan tidak masuk akal. Dan setelah keputusan arbitrase keluar, Cina takkan mengakui dan menjalani keputusan tersebut. Posisi Cina ini, katanya, justru untuk melindungi keseriusan dan keutuhan UNCLOS, dan sepenuhnya mencerminkan sikap penghormatannya kepada fakta dan hukum.
Yinquan menambahkan, musyawarah dan perundingan akan tetap menjadi pendirian teguh Pemerintah Cina untuk menyelesaikan isu LCS. "Cina berusaha menyelesaikan masalah kedaulatan teritorial dan delimitasi batas maritim melalui musyawarah. Cina berbatasan dengan 14 negara daratan," ujarnya.
Sejak berdiri, Cina telah menandatangani perjanjian perbatasan dengan 12 dari 14 negara tetangga tersebut, dengan kurang lebih 20 ribu kilometer atau lebih dari 90 persen garis perbatasan telah ditentukan dan dibatasi, selain telah menyelesaikan delimitasi batas maritim di Teluk Beibu (Gulf of Tonkin) dengan negara Vietnam melalui musyawarah.
Ia menambahkan, Cina mengapresiasi dan mendukung "Jalur Ganda" yang dikemukakan negara-negara ASEAN untuk menangani isu LCS, yaitu sengketa-sengketa terkait harus diselesaikan oleh negara-negara yang berhubungan langsung melalui musyawarah dan perundingan, serta berdasarkan hukum internasional dan fakta sejarah.