REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Beberapa hari setelah pemungutan suara Brexit (Inggris keluar dari Uni Eropa), lebih dari 2,5 juta warga Inggris menandatangani petisi di situs parlemen. Mereka meminta anggota parlemen mempertimbangkan perdebatan tentang masalah tersebut.
Petisi yang diunggah sebelum referendum 23 Juni mengatakan, pemerintah harus memegang plebisit lain pada keanggotaan Uni Eropa jika dukungan untuk keluar atau tetap dalam referendum itu kurang dari 60 persen, di bawah 75 persen pemilih yang memenuhi syarat.
Hasil referendum pada Kamis menunjukkan 52 persen pemilih, 17.410.7742 orang mendukung Inggris keluar Uni Eropa.
Menurut jajak pendapat yang dilakukan pada Jumat, setengah dari pemilih mengatakan hasilnya harus bertahan. Sementara, 39 persen mengatakan, referendum kedua harus diadakan di bawah persyaratan baru.
Petisi online yang hanya bisa ditandatangani warga Inggris atau penduduk Inggris terbukti sangat populer. Hingga Sabtu pukul 21.36 waktu setempat, sebanyak 2.503.065 orang telah menandatanganinya.
Kebanyakan dari mereka yang menandatangani petisi berbasis di daerah di mana dukungan terkuat untuk tetap di Uni Eropa, terutama London. Hal tersebut tampak dari situs petisi.
Perdana Menteri David Cameron mengatakan, tidak akan ada referendum kedua. Cameron pada Jumat menyatakan akan mengundurkan diri setelah gagal menjaga Inggris tetap di Uni Eropa.
Jajak pendapat The ComRes juga meminta sampel yang representatif dari 1.069 orang dewasa saat pemilihan umum berikutnya. Sepertiga mengatakan, harus ada pengambilan suara segera setelah melantik perdana menteri berikutnya, yakni pada musim gugur. Sementara 23 persen mengatakan pemilihan harus diadakan awal tahun depan.
Menurut jajak pendapat online, sekitar 27 persen mengatakan pemilu berikutnya harus diselenggarakan pada 2020 seperti yang direncanakan.
Seperti diberitakan surat kabar Evening Standard, puluhan ribu orang diatur untuk mendatangi Trafalgar Square di ibukota Inggris, Selasa guna menunjukkan "London berdiri dengan Eropa".