Sabtu 02 Jul 2016 14:51 WIB

Brexit Dinali tak Pengaruhi Kebijakan Pengungsi Inggris

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Ilham
Brexit
Foto: Ap Photo
Brexit

REPUBLIKA.CO.ID, Beberapa petugas pengawas perbatasan Inggris menjaga Alaa Ahmad menyelesaikan perjalanannya dan menghabiskan sembilan bulan tinggal di kamp pengungsi 'hutan' di kota Calais, Prancis.

Ahmad, seperti banyak pengungsi lain di kamp yang mengikuti kampanye terkejut dengan hasil referendum pekan lalu. Pengungsi Suriah itu takut akan ada kebijakan antiimigrasi yang muncul setelah Brexit, gabungan Britain dan Exit.

Inggris dan Prancis memiliki Perjanjian Touquet yang dicapai pada 2003. Perjanjian ini memungkinkan setiap negara untuk melakukan pemeriksaan paspor di tanah negara lain. Menurut politisi Prancis di Calais dilansir dari New Statesman, perjanjian ini telah mempercepat pertumbuhan kamp 'hutan' yang saat ini menampung sekitar lima ribu pengungsi.

Karena perjanjian ditandatangani di luar naungan Uni Eropa, Brexit tidak mempengaruhi legitimasi hukumnya. Menteri Dalam Negeri Prancis Bernard Cazeneuve juga telah mengatakan, tidak akan ada perubahan status-quo meski Brexit.

Namun bagi Prancis, anggota Uni Eropa sangat penting untuk menegaskan kembali sifat perjanjian. Para pejabat lokal di wilayah Calais ingin perjanjian dinegosiasi ulang.

"Perjanjian Touquet adalah perjanjian bilateral. Jadi tidak akan ada pemerasan atau ancaman, tapi itu besar bahwa bekerja sama lebih mudah jika keduanya menjadi anggota Uni Eropa," kata Sekretaris Negara Prancis untuk urusan Eropa Harlem Desir awal tahun ini.

Jika ada perubahan dan petugas perbatasan Inggris mengirim pengungsi kembali ke Inggris, pengungsi di Calais bisa melakukan perjalanan ke wilayah Inggris tanpa hambatan dan menghadapi pengawasan perbatasan. "Pada awalnya saya pikir hasilnya akan melawan pisah dari Uni Eropa. Ini tidak baik bagi orang-orang Inggris, akan ada sedikit pekerjaan dan pelemahan ekonomi," katanya kepada Al Jazeera.

Ammar, warga Suriah dari kamp Calais mengaku cemas dengan apa yang akan terjadi akibat Brexit. "Mungkin mereka akan mengubah hukum terhadap kami," katanya. "Kami tidak tahu apa yang akan terjadi dalam satu atau dua tahun, dan sekarag pihak ekstrem kanan tumbuh dan itu mengkhawatirkan kami."

Aktivis menyebutkan jumlah pengungsi yang tinggal di hutan, lebih dari tiga ribu. Ribuan lainnya tinggal di kamp-kamp lain di utara Prancis. Para pengungsi mengatakan kepada Al Jazeera, mereka menyadari orang lain di kamp mempertimbangkan kembali rencana mereka pindah ke Inggris tapi masih banyak yang merasa terdorong untuk tetap pada pilihannya mendatangi Inggris. Mereka percaya Inggris masih memiliki kewajiban untuk membantu pengungsi.

Mohamed, pengungsi Suriah di Calais lainnya mengatakan, keputusan oleh pemililih Inggris adalah lelucon besar dan menegaskan persepsi bahwa pengungsi Suriah tidak diterima di negara manapun. "Orang-orang yang memilih keluar dan menentang imigrasi harus tahu pajak mereka digunakan untuk negara-negara mencolok seperti Suriah. Banyak alasan orang datang ke negara mereka karena politiknya," kata dia.

Ketiga, pengungsi sepakat bahwa mereka telah berinvestasi terlalu banyak untuk mengubah rencana mereka. Ahmad berharap untuk bergabung dengan kerabatnya di Inggris dan memenuhi impiannya mempelajari teknik biologi.

"Saya telah menghabiskan sembilan bulan di sini dan kehilangan begitu banyak waktu dan uang dan saya punya keluarga di sana jadi saya tidak bisa menyerah (mencapai Inggris)," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement