REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Korea Selatan dan Amerika Serikat akan mengerahkan sistem pertahanan rudal canggih. Hal itu merupakan balasan untuk ancaman rudal dari Korea Utara.
The Terminal High Altitude Area Defense (THAAD), merupakan sistem pertahanan anti-rudal yang disiapkan mengembalikan kemampuan rudal balistik Korea Utara. Hal itu disampaikan Kementerian Pertahanan Korea Selatan, serta Departemen Pertahanan AS.
"Ini merupakan keputusan penting," kata Jenderal Vincent Brook, komandan pasukan AS di Korea Selatan, Sabtu (9/7).
Ia berpendapat, pengembangan rudal balistik Korea Utara membutuhkan aliansi untuk mengambil keputusan hati-hati. Selain itu, Brook meyakini aliasi dibutuhkan untuk meningkatakn sistem pertahanan rudal sebagai pelindung.
Pengumuman itu berselang sehari setelah AS memasukkan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un ke daftar hitam. Kim dituding melakukan pelanggaran hak asasi manusia, sedangkan langkah ini dianggap Korut sebagai deklarasi perang.
Pejabat Kementerian Pertahanan Korea Selatan, malah sudah mengatakan pemilihan lokasi THAAD bisa terjadi dalam beberapa pekan mendatang. Untuk aliansi, sejak perang Korea 1950-53 AS masih mempertahankan 28.500 tentara di Korsel.
Sementara, ancaman THAAD dari Korsel dan AS mendapat tentangan dari sekutu Korea Utara, Cina. Bahkan, Cina menyampaikan kritik atas keputusan AS menjatuhkan sanksi terhadap pimpinan tertinggi Korea Utara Kim Jong Un.
"Cina mendesak AS dan Korsel untuk menghentikan proses sistem anti-rudal THAAD," ujar Kementerian Luar Negeri Cina.
Cina turut meminta Korsel dan AS tidak mengambil langkah apapun untuk mempersulit situasi regional. Selain itu, mereka diminta tidak melakukan apapun yang akan merugikan kepentingan keamanan strategis Cina.