REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Dewan Keamanan (DK) PBB direncanakan mengadakan pertemuan darurat tertutup pada Ahad sore (10/7) waktu setempat untuk membahas kekerasan di Sudan Selatan yang telah menewaskan lebih dari 110 prajurit.
Badan PBB dengan 15 anggota tersebut dijadwalkan memulai pertemuan tertutup pada Ahad (10/7) pukul 16.30 waktu setempat atau Senin (11/7) WIB di Markas Besar PBB di New York, Amerika Serikat.
Kantor Juru Bicara PBB menegaskan Dewan Keamanan mengutuk keras pertempuran di Ibu Kota Sudan Selatan, Juba yang melibatkan tentara yang setia kepada presiden dan wakil I presiden di negara termuda di dunia itu.
"Anggota Dewan Keamanan menyetujui pembentukan satu komite penyelidik dan mendesak Pemerintah Peralihan Persatuan Nasional agar secepatnya menyelidiki serangan ini, melakukan tindakan guna mengakhiri pertempuran, mengurangi ketegangan dan menyeret mereka yang bertanggung-jawab atas serangan tersebut kepengadilan," demikian isi satu pernyataan yang dikeluarkan oleh Badan PBB dengan 15 anggota itu.
Sudan Selatan telah membatalkan perayaan kemerdekaannya tahun ini akibat kesulitan ekonomi yang berpangkal dari lebih dari dua tahun konflik. Sudan Selatan meraih kemerdekaan pada 9 Juli 2011 dari Sudan, setelah lebih dari dua dasawarsa perang, yang berakhir dengan perpisahan yang menyakitkan.
Negara tersebut kembali terjerumus ke dalam konflik pada Desember 2013, setelah Presiden Salva Kiir menuduh Wakilnya Riek Machar merencanakan kudeta, yang dibantah oleh Machar. Tuduhan itu mengakibatkan terjadinya lingkaran pembunuhan pembalasan.
Presiden Kiir dan mantan pemimpin pemberontak serta Wakil I Presiden Machar menandatangani kesepakatan perdamaian pada Agustus, yang melicinkan jalan bagi pembentukan pemerintah persatuan peralihan guna mengakhiri lebih dari dua tahun perang saudara.