Kamis 14 Jul 2016 13:43 WIB

Filipina Minta Cina Hormati Keputusan Pengadilan

Rep: Puti Almas/ Red: Teguh Firmansyah
Pulau-pulau kecil dan terumbu karang yang tersebar di Laut Cina Selatan menjadi objek sengketa sejumlah negara di kawasan itu.
Foto: abc
Pulau-pulau kecil dan terumbu karang yang tersebar di Laut Cina Selatan menjadi objek sengketa sejumlah negara di kawasan itu.

REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Filipina meminta Cina menghormati keputusan yang dikeluarkan oleh mahkamah arbitrase internasional mengenai sengketa Laut Cina Selatan. Filipina menilai, pengadilan sudah bertindak secara objektif karena tidak menemukan bukti dan dasar hukum atas klaim Cina di kawasan perairan tersebut.

Dalam sebuah pernyaaan yang disampaikan Menteri Luar Negeri Filipina, Perfecto Yasay, permasalahan ini akan dibicarakan di KTT Asia-Eropa dimulai pada Jumat (15/7) besok. Dalam acara itu, Perdana Menteri Cina Li Keqiang akan turut hadir.

Dalam KTT itu, setidaknya 53 pemimpin Asia dan Eropa juga dipastikan datang. Termasuk di antaranya adalah negara-negara yang mengklaim kawasan Laut Cina Selatan, seperti Vienam dan Malaysia.

"Kami akan mendiskusikan mengenai aturan yang seharusnya diterapkan di Laut Cina Selatan dengan pendekatan damai agar semua pihak bisa menghormati keputusan mahkamah internasional," ujar Yasay seperti dilansir BBC, Kamis (14/7).

Presiden Filipina, Rodrigo Duterte juga mengatakan negaranya hendak melakukan pendekatan damai untuk menyelesaikan konflik. Berbeda dengan pendahulunya, Benigno Aquino, ia mengatakan bersedia berbagi sumber daya alam di Laut Cina Selatan jika pengadilan mendukung hal itu.

Baca juga, Sengketa Laut Cina Selatan, Cina: Filipina Abaikan Perundingan Langsung.

Cina melihat rencana  tersebut tidak dilakukan di waktu yang tepat. Menurut pihaknya, KTT bukanlah tempat yang sesuai untuk membahas sengketa di kawasan perairan itu.

"Seharusnya pembahasan persoalan tentang Laut Cina Selatan antara kami dan Filipina tidak dimasukkan dalam agenda KTT," ujar asisten menteri laur negeri Cina, Kong Xuanyou kepada Reuters.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement