REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) John Kerry akan mengadakan pertemuan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin, Jumat (15/7). Pertemuan yang berlangsung di Moskow tersebut disebut hendak membahas kerja sama militer dan intelijen untuk menghadapi Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) dan Alqaidah.
Selama ini, dua kelompok militan tersebut memiliki peranan besar dalam memicu konflik di Suriah. Karenanya, baik AS maupun Rusia menilai diperlukan upaya diplomasi yang kuat dengan negara lainnya untuk mengakhiri perang.
Kerry juga menyatakan keprihatinan terhadap serangan dari pasukan Pemerintah Suriah yang didukung oleh Rusia. AS menilai hal ini perlu segera dihentikan karena semakin besar dukungan yang diberikan, maka perpecahan di Suriah akan semakin terjadi.
"Diperlukan upaya diplomatik yang harus terus dilanjutkan, demikian dengan upaya jangka pendek agar konflik di Suriah bisa cepat dihentikan," ujar Kerry dalam sebuah pernyataan, Jumat (15/7).
Namun, pada Kamis (14/7) sebuah surat kabar AS, Washington Post menerbitkan dokumen yang diduga merupakan bocoran agenda pertemuan Kerry dan Putin. Kerry disebut hendak bekerja sama dengan Rusia untuk menggabungkan pasukan intelijen dua negara dan mengindentifikasi target pemimpin kelompok militan di Suriah.
Gagasan ini menimbulkan pertanyaan dan keraguan dari sejumlah pihak di departemen pertahanan AS. Hal ini karena selama bertahun-tahun, AS dan Rusia memiliki tujuan yang berlawanan, khususnya dalam perang di Suriah.