REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Pemerintah Turki meminta Amerika Serikat (AS) untuk segera mengekstradisi Fethullah Gulen. Presiden Recep Tayyip Erdogan menyatakan desakan tersebut menyusul kudeta militer di negaranya yang baru berakhir dan gagal.
Pemerintahan di Ankara, Turki menuduh kudeta 15 Juli dimotori Gulen yang saat ini berlindung di negeri Paman Sam.
"Amerika Serikat (AS). Anda harus memulangkan orang itu (Gulen) untuk kami adili," kata Erdogan dalam pidato politiknya, usai gagal dijungkalkan oleh militer, di Istanbul, Turki, Sabtu (16/7), seperti dilansir Channel 4, Ahad (17/7).
Pernyataan keras Erdogan terhadap AS kali ini meletup untuk kesekian kali.
Channel 4 melaporkan, Gulen saat ini berada di Pennsylvania, AS. Keberadaan Gulen di negara tersebut setelah pada 1999 dituduh sebagai pengkhianat negara.
Gulen terancam hukuman maksimal. Pada akhir Mei lalu, Erdogan bersama kabinet Perdana Menteri Binali Yilidirim dan juga parlemen, setuju menjadikan Gulen sebagai gembong teroris di negara itu.
Jika menengok catatan politik di Turki, Gulen sebetulnya pernah menjadi mitra bagi Edogan sebelum 1999. Kedua politikus itu, pernah bersama membangun pemerintahan.
Namun, pengaruh Gulen di media, masyarakat dan militer membuat Erdogan bersama faksi Islam jeri. Akan tetapi, Gulen dalam pernyataan resminya menyatakan, dirinya tak pernah terkait dengan aksi politik apapun selama Erdogan berkuasa.
Gulen juga menolak aksi militer penggulingan kekuasaan yang terjadi di Ankara pada 15 Juli. Kata dia, pengambilalihan kekuasaan hanya bisa dilakukan lewat Pemilu.
"Saya mengutuk kudeta militer di Turki dan mendukung pemerintahan yang resmi saat ini," kata dia, menanggapi tuduhan Erdogan.