REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan siap memberlakukan kembali hukuman mati jika warga Turki menuntut dan parlemen menyetujui undang-undang yang diperlukan. Ia mengatakan, 'demokrasi' menuntut kembalinya hukuman tersebut.
Seperti dilansir laman Aljazirah, Erdogan berbicara pada Selasa (19/7) pagi, kepada ribuan pendukung di luar kediamannya di Istanbul. Para pendukungnya tersebut meneriakkan agar Turki memberlakukan kembali hukuman mati, setelah gagalnya kudeta yang dilancarkan Jumat (15/7) lalu.
"Hari ini apakah tak ada hukuman mati di Amerika? Di Rusia? Di Cina? Di negara-negara di seluruh dunia? Hanya di negara-negara Uni Eropa tak ada hukuman mati," ujar Erdogan.
Erdogan menambahkan, Turki merupakan negara demokrasi yang dijalankan oleh aturan hukum. Menurutnya tuntutan rakyat tak bisa dikesampingkan. Parlemen diperkirakan akan bertemu untuk membahas masalah ini pada Rabu (20/7).
Para pejabat Uni eropa telah memperingatkan, pembicaraan terkait upaya Turki bergabung dengan Uni Eropa akan berakhir jika Ankara memberlakukan kembali hukuman mati.
Baca juga, Pemerintah: Kudeta Turki Berhasil Digagalkan.
Juru bicara Kanselir Jerman Angela Merkel, Steffen Seibert, mengatakan kepada wartawan di Berlin pada Senin (18/7) bahwa Uni Eropa merupakan komunitas dengan nilai-nilai. Oleh karenanya negara yang memberlakukan hukuman mati tak bisa menjadi anggotanya.
Turki telah menghapus hukuman mati pada 2004 di bawah reformasi. Upaya tersebut dilakukan untuk memperoleh keanggotaan Uni Eropa.
Howard Eissentat dari Universitas St Lawrence mengatakan kepada Aljazirah, saat ini Erdogan tak terlalu tertarik bergabung dengan Uni Eropa. Sebab menurut Eissentat, berlaku atau tidaknya hukuman mati, di dalam dan dari diri Erdogan sendiri sudah cukup banyak hal yang menjegal keanggotaan Turki di Uni Eropa.