Kamis 21 Jul 2016 17:18 WIB

Turki Berlakukan Keadaan Darurat

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Esthi Maharani
Recep Tayyip Erdogan
Foto: reuters
Recep Tayyip Erdogan

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Presiden Turki mendeklarasikan keadaan darurat untuk tiga bulan menyusul kudeta gagal pada Jumat, Kamis (21/7). Recep Tayyip Erdogan bersumpah akan membersihkan 'semua virus' di militer Turki.

Keadaan darurat akan mengizinkan presiden dan kabinet memotong parlemen ketika menyusun hukum baru. Presiden juga boleh melarang atau menangguhkan hak kebebasan. Sekitar 60 ribu orang telah diberhentikan dari jabatan. Lebih dari 600 sekolah juga ditutup menyusul pemecatan puluhan ribu guru dan civitas akademika.

Keadaan darurat akan membuat Presiden dan kabinetnya memiliki kuasa menerapkan jam malam, melarang kebebasan berkumpul hingga meningkatkan kuasa untuk menahan orang. Erdogan menegaskan langkah ini tidak untuk melawan demokrasi, hukum dan kebebasan.

Kontributor BBC, Nick Thorpe mengatakan pemerintah akan diizinkan memerintah dengan dekrit. Sehingga kekuasaan gubernur wilayah meningkat. Koresponden BBC juga memperkirakan akan ada reorganisasi kepolisian, layanan inteligen dan struktur komando pasukan bersenjata.

Selama ini, Erdogan dikritik terus mengumpulkan kekuasaan hingga skala yang lebih besar sejak pemilihan umum pertama Turki pada 1946. Kali ini, Erdogan dituduh menggunakan keadaan darurat untuk mendapat kekuasaan yang lebih besar.

Banyak pihak meragukan kebutuhan diberlakukannya keadaan darurat. Menteri Luar Negeri Jerman, Frank-Walter Steinmeier mendesak pemerintah Turki memperbaiki aturan dan sense-nya dalam merespon upaya kudeta.

"Ini juga cukup kritis untuk mendeklarasikan keadaan darurat apakah benar dibutuhkan dalam waktu selama itu," kata Steinmeier. Ia juga meminta pemerintah mengakhiri respons cepatnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement