REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- PBB menyatakan alarmnya pada eksekusi mati lanjutan yang dilakukan pemerintah Indonesia terhadap terpidana kasus narkotika dan obat-obatan terlarang. PBB mendesak pemerintah Indonesia untuk segera mengakhiri praktik yang dianggap tak sesuai hak asasi manusia itu.
Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia PBB Zeid Ra'ad al-Hussein menyatakan alarmnya pada Rabu (27/7), di tengah rencana eksekusi. ia mendesak pemerintah Indonesia menghentikan jumlah yang kian menjulang dari terpidana mati atas pelanggaran narkoba.
"Meningkatnya penggunaan hukuman mati di Indonesia sangat mengkhawatirkan, dan saya mendesak pemerintah untuk segera mengakhiri praktik ini yang tak adil dan tak sesuai dengan hak asasi manusia," katanya dalam sebuah pernyataan yang dilansir Aljazirah.
Menurut Hussein hukuman mati bukanlah pencegah yang efektif bagi pengguna Narkoba dibandingkan hukuman lain.
Hal senada disampaikan kelompok HAM Amnesty International. Pada Selasa (26/7), Amnesty mengatakan Presiden Indonesia Joko Widodo semestinya bisa mewakili era baru hak asasi manusia di Indonesia.
Pejabat senior Amnesty International di Asia Josef Benedict mengatakan, sayangnya Jokowi justru memimpin jumlah eksekusi mati tertinggi di era demokrasi Indonesia.
"Hukuman mati tak bisa mencegah kejahatan. Melaksanakan eksekusi tak akan menyingkirkan narkoba dari Indonesia. Hal ini tak pernah jadi solusi, dan itu akan merusak posisi Indonesia di dunia," ujarnya.
Human Rights Watch menggambarkan hukuman mati sebagai 'kebiadaban'. Mereka memperingatkan 'potensi badai diplomatik' yang akan melawan Indonesia, jika eksekusi terus dilakukan.
Seperti diketahui dalam waktu dekat pelaksanaan hukuman mati bagi bandar Narkoba akan kembali dilaksanakan. Keamanan telah diperketat di penjara Nusa Kambangan tempat eksekusi dilakukan. Untuk kali ini terpidana mati di antaranya dari Nigeria, Zimbabwe, Pakistan dan Senegal.
Tahun lalu, Indonesia mengeksekusi 14 orang yang dihukum karena kejahatan narkoba, sebagian besar dari mereka juga warga asing. Hal tersebut memicu kecaman internasional.