REPUBLIKA.CO.ID, JUBA -- Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan, setidaknya 120 kasus kekerasan seksual dan perkosaan terhadap warga sipil terjadi di ibu kota Sudan Selatan, Juba. Angka itu muncul sejak pertempuran meletus tiga pekan lalu.
Pertempuran sengit yang melibatkan tank dan helikopter terjadi di Juba terjadi selama beberapa hari, Pertempuran terjadi antara pasukan setia Presiden Salva Kiir dan mereka yang mendukung wakil Presiden Riek Machar. Setidaknya 272 orang tewas sebelum para pemimpin memerintahkan gencatan senjata.
Juru bicara PBB Farhan Haq mengatakan misi penjaga perdamaian PBB di Sudan Selatan terus menerima 'laporan kekerasan seksual', termasuk pemerkosaan oleh tentara berseragam dan pemerkosaan oleh pria berpakaian preman terhadap warga sipil, termasuk anak di bawah umur.
Haq mengatakan penjaga perdamaian PBB telah meningkatkan patroli dan juga memberikan perlindungan pada waktu tertentu untuk perempuan. Perlindungan diberikan ketika perempuan pergi keluar untuk mengumpulkan kayu bakar dan pengadaan barang-barang non-makanan lainnya.
PBB melindungi puluhan ribu orang di Juba dan tempat lain di Sudan Selatan. Haq mengatakan, PBB meminta semua phak untuk segera memberikan sanksi pada tentara yang bertanggung jawab atas tindakan-tindakan kekerasan tak terungkap.
Sudan Selatan, yang memperoleh kemerdekaan dari SUdan pada 2011 turun ke perang saudara setelah Kiir memecat Machar sebagai wakil presiden pada 2013. Lebih dari 10 ribu telah tewas dan sekitar dua juta pengungsi, banyak dari mereka melarikan diri ke negara tetangga.
Baca juga, Puluhan Ribu Warga Sudan Selatan Terancam Mati Kelaparan.
Kiir diangkat kembali Machar awal tahun ini di bawah kesepakatan damai yang disepakati Agustus. Tapi Machar meninggalkan Juba menyusul pecahnya kekerasan awal bulan ini, sementara Kiir menggantikannya pada Senin (25/7) dengan mantan kepala negosiator Taban Deng Gai.