REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Calon Presiden dari Partai Republik Donald Trump mendesak Rusia untuk segera menemukan email Hillary Clinton yang hilang selama ia menjadi menteri dalam negeri. Hal itu mendapat kecaman dari rival Demokrat.
"Rusia, jika Anda mendengarkan, saya harap Anda dapat menemukan 30 ribu email yang hilang. Saya pikir Anda mungkin akan dihargai mati-matian oleh pers kami!" katanya seperti dilansir Aljazirah Kamis (28/7).
Pernyataan Trump tersebut merujuk pada server email pribadi Clinton yang dihapus karena katanya merupakan email pribadi. FBI menolak mengadili Clinton atas praktik email tersebut, tapi direkturnya mengatakan ia telah sangat ceroboh terkait hal rahasia.
Kampanye Clinton menanggapi dengan cepat pernyataan Trump. Mereka mengatakan untuk pertama kalinya calon presiden secara aktif mendorong kekuatan asing melakukan spionase pada lawan politiknya.
"Ini telah berubah dari masalah rasa ingin tahun dan soal politik menjadi isu keamanan nasional," kata tim kampanye Clinton dalam sebuah pernyataan.
Tapi tak lama setelah komentar Trump, pasangannya Mike Pence, justru mengambil sikap berbeda. Ia memperingatkan, konsekuensi serius jika Rusia campur tangan dalam pemilu Amerika Serikat.
"Jika itu adalah Rusia dan mereka ikut campur dalam pemilihan kita, saya dapat meyakinkan Anda kedua belah pihak dan pemerintah Amerika Serikat akan memastikan ada konsekuensi serius," kata Pence dalam sebuah pernyataan. Sementara Rusia telah menepis saran untuk terlibat.