REPUBLIKA.CO.ID, ATHENA -- Ketika Warda meninggalkan daerah asalnya di Idlib, Suriah, ia tahu jalan panjang dan penuh perjuangan menantinya. Namun, tak pernah terbayangkan di dalam benak perempuan muda itu perjalanan yang sangat berbahaya harus ia hadapi.
Dalam empat bulan terakhir, perempuan berusia 18 tahun itu menetap di sebuah kamp pengungsi darurat di Pelabuhan Pireaus, Athena. Ia tinggal bersama dengan calon suami serta enam orang saudara. Mereka bersama-sama telah melewati perjananan berbahaya ke Yunani melalui Turki.
Warda yang tinggal di penampungan harus berbagi kamar dengan orang tuanya. Ia juga hanya dapat menggunakan kamar mandi bersama dengan pengungsi lainnya di kamp tersebut.
Kebanyakan dari pengungsi di kamp Athena berasal dari Suriah dan Afghanistan. Para pria yang menjadi pengungsi, menurut Warda juga kerap memberi pandangan aneh dan terkadang cukup mengerikan kepada para perempuan di sana.
"Ini menjadi hal yang sangat sulit bagi semua perempuan yang berada di pengungsian," ujar Warda, Jumat (5/8).
Menurut keterangan dari perempuan yang enggan menyebutkan nama lengkapnya itu, tak sedikit pria Afghanistan yang suka melecehkan perempuan muda. Mereka, dikatakan oleh Warda, tidak peduli apakah perempuan itu sudah memiliki tunangan atau Muslim.
"Saat mereka mengganggu kami, kami tidak bisa pergi kemanapun. Itu yang benar-benar mengerikan," kata Warda.
Amnesti internasional mengatakan para pencari suaka perempuan di Eropa sangat rentan terhadap berbagai jenis kekerasan dan pelecehan seksual. Meski demikian, pada Maret lalu Uni Eropa telah mengeluarkan aturan untuk melindungi para imigran dari berbagai jenis kejahatan seksual, termasuk eksploitasi.
Uni Eropa menyarankan agar kamp pengungsi memiliki area kamar mandi dan kamar tidur terpisah. Namun, hingga saat ini belum terlihat pemisahan tersebut dilakukan di banyak tempat penampungan, khususnya di Yunani.