Ahad 07 Aug 2016 15:20 WIB

Presiden Filipina Ancam Pejabat Terlibat Narkoba

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Angga Indrawan
Kota Manila, Filipina.
Foto: Paul A Souders/Corbis/Britannica
Kota Manila, Filipina.

REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Presiden Filipina, Rodrigo Duterte telah memasukan sejumlah pejabat yang dituduh terlibat perdagangan obal ilegal. Ia juga mengatakan tak peduli dengan hak asasi manusia dalam menjalankan kebijakannya. Dalam siaran televisi untuk Ahad (7/8) pagi, Duterte mengatakan orang-orang yang ia tuduh itu akan berhadapan dengan pengadilan. Ia juga janji akan menginformasikan publik siapa pejabat-pejabat itu.

Menurut situs berita Rappler, Duterte mendaftar 158 pejabat yang dituduh terkait dengan perdagangan narkotika ilegal. Termasuk diantaranya polisi, pejabat militer, tiga anggota Kongres dan tujuh hakim. Pada Sabtu, Duterte bersumpah untuk tetap dengan kebijakannya untuk menembak penjahat hingga akhir masa kepengurusannya.

"Saya tidak peduli dengan HAM, percayalah," kata dia dalam transkrip yang dirilis istana kepresidenan.

Sejauh ini 800 orang tewas sejak Duterte memenangkan pemilu Presiden pada Mei. Sekitar 4.400 orang ditangkap dalam sebulan. Ia berjanji akan bertanggung jawab penuh jika diantara semua orang itu tidak bersalah.

Duterte mengatakan pejabat yang menggunakan posisinya untuk terlibat dalam perjualan narkotika akan berada dalam daftar pertamanya. Namun ia menawarkan imunitas hukum hingga jaminan pribadi pada pejabat polisi dan tentara. Mereka bisa terbebas dari proses penghakiman dengan pembunuhan berdasarkan kinerja mereka.

Kantor anti-narkoba PBB pada Rabu telah bergabung dengan organisasi-organisasi HAM internasional untuk mengecam kebijakan Duterte. "United Nations Office on Drugs and Crime sangat khawatir dengan laporan penghakiman dengan pembunuhan bagi penjual dan pengguna narkoba di Filipina," kata Direktur Eksekutif Yury Fedotov dalam pernyataan.

Beberapa waktu lalu, polisi melaporkan lebih dari 500 ribu orang menyerahkan diri pada otoritas lokal. Mereka berjanji berhenti menggunakan obat-obatan ilegal. Meski kebijakan Duterte masih jadi kontroversi termasuk di kalangan domestik, belum ada pihak yang memperkarakannya. Pada Ahad, pemimpin Katolik Uskup Socrates Villegas mengecam pembunuhan-pembunuhan itu.

"Apakah dari generasi pecandu narkoba, kita akan jadi generasi pembunuh di jalanan?," kata Villegas yang juga presiden Catholic Bishops’ Conference of the Philippines (CBCP). Duterte telah mengatakan bahwa ia sedang melancarkan perang dan ia juga menyerukan peperangan.

Human Right Watch, Stop Aids dan International HIV/Aids Alliance adalah beberapa dari lebih dari 300 kelompok sipil yang ikut tanda tangan dalam surat untuk International Narcotics Control Board and the UN Office on Drugs and Crime. Mereka menyeru agar mereka merespons tindakan Duterte.

"Pembunuhan tidak masuk akal ini tidak bisa disebut sebagai upaya pengendalian obat-obatan," kata Ann Fordham, Direktur eksekutif International Drug Policy Consortium yang mengkoordinasikan surat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement